-->

Cerpen: Datang Sebagai Pemabuk, Oleh Stefan Jehalut

Latar Belakang (Sumber: pixabay)
Penulis: Stefan Jehalut, Editor: Florida N. Kabut

Keheningan, keceriaan, kebahagiaan, ditemani kabut dan hujan yang mengalahkan gelapnya malam pekat. 

Kesunyian malam ini tak mampu ditafsirkan kapan kabut dan hujan itu akan pergi untuk melepaskan malam pekat dalam kesendirian. 

Semua orang yang berada dalam tembok keheningan itu, menyingkapi diri untuk menyambut Dia yang katanya pemilik semua yang ada dalam semesta ini. 

Masing -masing dari mereka mempersiapkan diri untuk menyambut Dia dalam kemewahan, dekorasi, lampu-lampu hias kembang api bahkan ada yang melakukan meditasi, dan askese.

Mengapa mereka begitu sibuk dan mempersiapkan dengan sungguh-sungguh kedatangan-Nya? 

Apakah yang datang itu senang dengan dekorasi-dekorasi yang indah ataukah Ia akan memberi hadiah dan apresiasi bagi mereka yang menang dalam membuat dekorasi yang indah. 

Aku sangat bigung keadaan ini. Bahkan ada yang datang memarahiku sebab aku hanya menonton dekorasi mereka yang indah nan megah itu. 

Lalu, aku berjalan menuju Aula tempat biasa untuk membuat acara seperti; ulang tahun paroki dan pesta nikah, di situ penuh dengan lampu-lampu hias dan kandang natal yang cukup elit, kandang natal itu bahan dasar dari besi yang dilas. 

Dalam kebingunganku aku mulai bertanya dengan diri sendiri, Bukankah yang datang itu anak orang miskin? 

Bukankah Ia yang lahir di kandang binatang? Mengapa kali ini Ia datang sebagai pejabat yang lahir dalam spon yang mahal dan elit? 

Ataukah yang datang itu mengikuti arus perubahan zaman yang harus membutuhkan alat-alat modern? 

Tetapi yang aku tahu mengenai Dia yang datang itu adalah orang sederhana, orang yang membenci kemewahan duniawi sebaimana yang tertulis dalam kitab suci” Janganlah kamu mengupulkan harta di bumi." 

Artinya, yang utama bagi Dia adalah kesediaan hati untuk menyambutNya, bukan barang-barang yang kelihatan mewah.

Malam itu malam yang membingungkanku, dan membuat aku benci akan Dia yang akan datang itu, sebab aku tidak mempunyai barang-barang yang mewah untuk menyambutNya. 

Aku tidak mempunyai spon yang mewah untuk Ia bertamu dalam rumahku, tetapi yang aku miliki hanyalah kesediaan hati untuk menyambutNya dalam rumahku jika memang Dia mau datang dalam gubuk sederhana yang aku miliki.

Aku meninggalkan aula itu untuk refresing dan untuk tidak mengingat Kembali persiapan di aula itu serta pikiran -pikiran yang membelengguku mengenai kedatangan Dia yang menciptakan bumi ini. 

Lalu, aku berjalan menuju jalan melatih, lampu hias, kandang natal, bahkan di dalam kandang natal itu ada musik, anak mudah dan beberapa orang tua sedang mabuk-mabukan dalam kandang natal itu serta di tepi jalan ada anak-anak bermain kembang api. 

Aku memilih untuk berhenti melangkah dan melihat anak-anak mudah dan orang tua, serta anak-anak yang bermain kembang api itu. 

Saat itu detak jantungku terasa sangat cepat tak seperti biasanya, tetapi malam itu sungguh sangat berbeda aku sangat takut dan gelisah sebab banyak orang yang mempersiapka diri dengan cara yang berbeda-beda. 

Akupun mulai bertanya dengan diri sendiri; Apakah Dia yang datang itu seorang pemabuk?

Ataukah yang datang itu orang yang senang bermain kembang api karena masa kecilNya tidak bahagia dan karena orang tua-Nya tak mampu membeli kembang api? 

Kalau memang benar bahwa yang datang itu adalah pemabuk, aku harus bagaimana sebab aku tak mampu mengonsumsi alkohol seperti mereka, apalagi minuman buatan orang Manggarai yang dari nomar satu sampai nomor sekian. 

Kalau memang benar juga bahwa Dia yang datang itu senang bermain kembang api, lalu aku harus bermain dengan siapa sebab semua orang mempunyai kembang api dan yang datang itu senang bermain kembang api.

Sungguh malam yang membingungkanku dan malam yang membuat aku jauh dari Dia itu sebab aku tak mempunyai apa - apa untuk bersama dengan Dia, sebab Dia yang datang itu orang kaya, anak kota yang senang bermain kembang api dan suka bermabuk-mabukan.

Malam ini sungguh aku tak bisa tidur karena kejadian di aula, di jalan dan kandang natal itu selalu menghantui pikiranku. 

Aku selalu berpikir, apakah Dia pemabuk? Apakah Dia seorang seniman yang datang untuk menilai dekorasi yang indah? 

Ataukah Dia datang untuk bermain kembang api? 

Lalu, bagaimana kalau Dia datang bukan sebagai pemabuk, membenci kemewahan, dan kembang api? Apakah yang terjadi dengan mereka? 

Dalam kebigunganku aku mengingat nas kitab suci yang mengatakan: "sukar sekali orang kaya masuk dalam kerajaan Surga, lebih mudah seekor Untah masuk melalui lubang jarum dari pada orang kaya masuk dalam kerjaaan surga". 

Akupun lalu berpikir tentang orang-orang yang di aula, kandang natal dan yang bermain kembang api, mereka pasti orang - orang kaya dan orang - orang yang berkelimpahan dalam hidupnya, sehingga mereka mabuk-mabukan, membeli kembang api, dan mendekorasi menggunakan barang - barang mahal.

Keesokan harinya pagi - pagi benar aku pergi ke gereja katedral untuk mengikuti peryaan ekaristi pada hari minggu.

Pagi itu aku sengaja untuk pergi lebih cepat tak seperti hari minggu sebelumnya jika aku mengikuti misa di kampung halamanku, tetapi kali ini aku lebih cepat karena aku datang libur di rumah pamanku. 

Aku melewati lagi jalan melatih yang tadi malam aku telah lewati penuh dengan lampu hias anak yang bermain kembang api, tetapi kini jalan melatih penuh dengan pecahan botol dan di kandang natal juga penuh dengan pecahan botol, aku pun tak menghiraukan hal itu dan melanjutkan perjalananku ke gereja.

Ketika aku tiba di gereja aku berdoa sambil menunggu umat lain datang tetapi sekian lamanya aku berdoa tak seorang pun menunjukkan muka di gereja selain ketua dewan paroki dan beberapa umat yang sering mengikuti misa pada hari minggu. 

Itupun masih dengan wajah yang ngatuk, bahkan pastor parokinya terlambat, sebab tadi malam duduk untuk minum bersama anak-anak mudah dan beberapa orang tua yang sempat aku lihat di jalan melatih tadi malam, ternyata di antara anak mudah dan orang tua itu ada pastor paroki. 

Mengapa ia duduk bersama anak mudah itu? Mengapa pastor paroki mabuk-mabukan? Akibatnya ia terlambat untuk memimpin misa hari ini.

Hari ini, injil Lukas berbicara tentang “Yesus mengecam orang -orang Farisi dan Ahli-Ahli Taurat” di dalam Injil Yesus berkata “Celakalah kamu hai orang -orang Farisi sebab kamu suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan suka menerima penghormatan di pasar”. 

Injil hari ini sungguh sangat menarik jika dikaitkan dengan pengalaman tadi Malam yaitu Pastor yang mabuk-mabukan bersama domba-dombannya yang tersesat. Tetapi yang membuat tidak menariknya adalah khotbah dari pastor yang melenceng jauh dari injil hari ini. Khotbah hari ini sangat dangkal dan tidak menarik.

Ketika selesai peryaan ekaristi aku sengaja pergi berjabat tangan dengan ketua dewan paroki, sambil meminta pendapat dari dia mengenai khotbah pastor tadi. 

Akupun mulai bertanya: "Bapa, khotbah pastor tadi sungguh tidak menarik bagi saya, karena melenceng jauh dari injil". 

Sebelum aku meminta pendapat darinya ia dengan spontan dan polos menjawab; Anak bukan hanya hari ini ia berkhotbah begitu tetapi selama ini juga khotbahnya tidak menarik,  ia selalu berbicara tentang uang dan uang. 

Anak, kalau kami diberi kesempatan untuk berkhotbah mungkin kami masih baik tetapi sayangnya kami tidak diberi kesempatan untuk berkhotbah di depan dan prinsip kami selama ini datang ke gereja anak, bukan untuk mendengarkan khotbahnya tetapi untuk menyambut tubuh Kristus, kalau bukan untuk menyambut tubuh Kristus mungkin saya tak akan menginjak pintu Gereja ini seperti umat lainnya, sebab kami sudah bosan mendengar tentang uang terus dan kali ini Yesus dipasung dalam uang merah, lanjutnya.

Setelah ia menyampaikan hal itu aku langsung mengingat kata-kata St. Bernadus:Kemakmuran itu kerek oleh tali kemakmuran,uang menghasilkan uang..oh kesia-siaan, atau lebih tepat di katakan kegilaan dari Kesia-siaan.

Tembok-tembok gereja gemerlapan mentereng namun fakir dalam kemiskinannya.ia melapisi batu-batunya dengan emas namun membiarkan anak-anaknya telanjang.

Mendengar kelu kesa dan kekecewaan dari ketua dewan paroki, akupun tak mampu merangkai kata lagi untuk berbicara dengannya, aku hanya diam seribu kata seakan penuh bisu dan tak mampu lagi bertanya apa. 

Mengapa yang ada dalam pikiranku hanyalah ngelamun dan berpikir tentang khotbah pastor tadi serta dalam hati aku bertannya: "Apakah semua Pastor tidak tahu khotbah? Ataukah seorang pastor harus membicarakan tentang uang sebagai hal yang utama?"

Ketika aku lagi memikirkan hal itu ketua dewan mengagetkanku dan berkata tadi malam pastor ada masalah dengan anak-anak mudah serta beberpa orang tua saat mereka duduk minum dalam kandang natal di jalan melatih. 

Akupun menganggap bahwa ia sedang memberi lelucon kepadaku sehingga aku bertanya dengan santai dan tidak serius sambil tertawa berkata masalah yang bagaimana lagi bapa? 

Lalu ia menjawab dengan nada serius dan berkata: anak -anak mudah dan beberapa orang tua yang duduk bersama pastor tadi malam ada masalah yaitu mereka mau pukul pastor tetapi pastor cepat lari ke rumah saya dan warga sekitar datang untuk membantu pastor, sehingga tadi malam begitu banyak pecahan botol di jalan.

Setelah mendengar semua yang telah di sampaikan ketua dewan paroki begitu banyak muncul pertanyaan dalam pikiranku : Apakah yang datang itu senang dengan pemabuk? Ataukah yang datang itu juga pemabuk sebab orang yang Ia pilih adalah seorang pemabuk? 

Sebab orang - orang yang menanti Dia itu dengan cara berbeda- beda dan sangat aneh apalagi yang dinanti -nantikan itu datang, mungkin semua orang akan mati karena mabuk, dan akan bermain kembang api dari pagi sampai pagi. 

Akupun pamit dengan ketua dewan paroki dan kembali ke rumah, sekali lagi aku melewati jalan melatih dan melihat pecahan botol yang aku lihat tadi ketika aku pergi dan seperti yang telah diceritakan oleh ketua dewan tadi. Pengalaman hari ini sungguh tidak menarik jika menceritakan kepada keluargaku.

Setelah sampai di rumah akupun tak memberanikan diri untuk menceritakan kepada mereka tentang kejadian tadi malam dan khotbah pastor tadi di gereja, tetapi aku masuk kamar dan berpikir teryata Dia yang datang di tengah kehidupan manusia tak mau ketinggalan zaman, sehingga orang-orang mempersiapkan segala sesuatu dengan barang-barang yang mahal dan elit mulai dari dekorasi kandang natal dan kembang api. 

Dia jangan lupa uang untuk membeli alkohol sebagai minuman kesukaan-Nya. Untuk menyambut Dia yang datang dan selalu mengikuti arus perubahan zaman yang paling dibutuhkan adalah uang. Dia sangat membutuhkan uang. Sehingga mulai sekarang menyuruh umatNya untuk mengumpulkan uang kepada ketua dewan,  lalu uang itu diserahkan kepada pastor sebab pastor yang memberikan uang itu kepada Dia yang datang. 

Pastor juga yang akan membuat jadwal kepada umat untuk berjumpa Dia di rumahNya sehingga barang siapa yang tidak membayar uang kepada pastor maka mereka tidak pantas untuk bertemu dengan Dia yang datang itu 

Aku hanya memikirkan mereka yang miskin yang tak mampu membayar uang kepada pastor, padahal mereka ingin sekali untuk berjumpa dengan Dia yang akan datang tetapi kini kerinduaan mereka hanyalah seperti bintang yang terlihat di malam hari dan meninggalkan jejak di siang hari tetapi karena yang datang itu membutuhkan uang dan membuat jadwal untuk bertemu dengan-Nya. 

Sungguh yang datang itu membutuhkan uang untuk membeli minuman dan mengundang teman - temannya yang selalu berdiri di depan altar untuk meminta uang kepada domba - dombanya karena dengan uang itu mereka bisa mabuk-mabukan dan bersenang - senang di rumah hiburan.

Penulis adalah seminaris di biara OSM Golo Bilas, Karot, Ruteng.

Masa Adven Membawa Perubahan dalam Menghadapi Cobaan Hidup

Foto penulis dengan latar yang bersumber dari pixabay.com

Penulis: Benedito Jose Soarez, Editor: Selvianus Hadun

Memaknai Masa Adven

pikiRindu - Makna dan arti dari masa Adven adalah harapan dan penantian atas kedatangan Sang Mesias. 

Di masa ini perubahan-perubahan besar akan terjadi, jika manusia mau untuk terlebih dahulu merubah diri sebab Masa Adven juga merupakan kesempatan bagi kita untuk bercermin diri. 

Penantian itu akan indah, jika kita selalu sabar menanti. Rasa penantian juga terkadang dipenuhi dengan rasa kecemasan dan gundah. 

Dari perasaan seperti inilah timbul ketidaksiapan dan ketidaktahuan atas suatu penantian yang besar. Hal-hal seperti ini perlu diperbaharui dalam masa Adven tahun ini. Banyak orang mengatakan bahwa saat penantian adalah suatu yang sangat tidak mengenakan dan tidak menguntungkan. 

Sebab dasarnya ialah waktu yang tersedia untuk menunggu menjadi saat-saat yang sangat membosankan, idle atau kosong, tidak ada yang dilakukan atau dikerjakan. 

Saat-saat menunggu bisa menjadi waktu yang melemahkan persiapan kita. Namun, bagi orang yang percaya akan kedatangan Yesus, ia sanggup untuk menanti dengan penuh kesabaran. 

Pandangan Orang Katolik Mengenai Masa Adven

Berbeda dengan paradigma orang Kristen Katolik mengenai masa Adven atau masa penantian. Orang Katolik meyakini bahwa masa penantian adalah suatu pemenuhan akan janji dari Sang Mesias bahwa Ia akan datang ke bumi, (Mat 24:30). 

Baca Juga: Jelang Natal 2021, Alasan Maria Kunjungi Elisabet Barulah Terkuak

Dalam perikop injil matius ini merupakan sebuah misteri yang besar karena tak satupun yang dapat mengetahui kedatangan Anak Manusia itu, hanya Allah Bapa saja yang mengetahuinya. 

Kedatangan Yesus membuat begitu banyak interpretasi dari umat manusia yang pada akhirnya muncul banyak pertanyaan, misalnya: Apakah Anak Manusia benar-benar akan datang ke bumi? Apakah akan terjadi kebangkitan umat atau dalam Bahasa arab Al Qiyamah? ataukah terjadi suatu yang mengakhiri zaman ini atau Parousia? 

Dan jawaban yang sering dilontarkan atas pertanyaan ini adalah bahwa soal kedatangan Anak Manusia Hanya Bapa Yang Tahu. (Mat 24:30).

Namun, mereka yang menjawab seperti ini adalah orang yang memiliki iman yang sangat minim. Iman seperti ini sama seperti sebuah Kabut yang hanya muncul pada pagi hari yang akan hilang bila datang angin atau matahari yang panas. 

Jika kita mau untuk mendapat jawaban yang baik dan benar atas kedatangan Sang Mesias, maka kita perlu membuka Kitab Suci yang merupakan salah satu sumber iman orang Kristen Katolik. 

Salah satu ungkapan akan kedatangan Yesus Kristus adalah dalam Injil (Yoh 14:2-3) yang mengatakan bahwa kedatangan anak manusia itu benar dan kedatangan-Nya untuk menjemput orang-orang saleh dan benar juga Ia datang untuk memperbaharui dunia yang penuh dengan kekerasan dan keserakahan manusia. 

Dalam masa Adventum atau masa Kedatangan ini, kita semua diajak untuk bersiap sedia.

Adven Sebagai Harapan Untuk Kembali

Bersiap sedia bukan berarti berdiri tegak lurus tanpa melakukan sesuatu pun dalam penantian ini. 

Bersiap sedia artinya kita perlu bergerak untuk mengubah semua hal-hal buruk yang kadang merugikan diri kita dan orang lain, seperti; Kebencian, kedengkihan, keserakahan, ketamakan, dan kejahatan-kejahatan lainya yang telah kita lakukan pada tahun ini. 

Mari kita coba di masa penantian ini, kita ganti semua yang jahat dengan yang baik, kebencian dengan  kasih, keserakahan dengan keadilah, pembunuhan dengan pengampunan dan yang terpenting kita juga harus mengurangi suatu sifat yang sangat mempengaruhi diri kita yakni libero arbitrio atau kehendak bebas. 

Semuanya ini harus kita ubah dan kurangi karena, tujuan kedatangan Anak Manusia untuk membawa sukacita ke dalam Rumah Bapa bukan duka cita. 

Karena Bapa tak pernah bosan untuk mengampuni Anak-anak-Nya, malahan Ia setiap hari dan setiap saat menantikan permohonan ampun dari anak-anak-Nya, sebab kerajaan-Nya akan bersukacita bila salah seorang dari umat-Nya bertobat dan mohon ampun. 

Allah pun sungguh berkuasa atas seluruh hidup kita, bahkan dari telapak kaki hingga helai rambut, kata Amsal. Namun, hanya satu tindakan yang Allah tak sanggup menghalanginya yakni kehendak bebas. 

Dalam masa adventum atau masa penantian ini kita sebagai umat Allah yang dikasihi diajak dan diberi kesempatan untuk bercermin diri, dan hendaklah kita juga bertanya pada diri sendiri; Apakah aku sudah pantas dan layak menyambut Sang Anak Manusia (Yesus)? 

Pertanyaan seperti ini, jika dilihat dari sisi tulisan, hanyalah sebuah kalimat yang pendek tetapi jika direfleksikan dengan penuh iman, pertanyaan seperti ini dapat mengubah hidup seseorang. 

Baca Juga: Kikisnya Kesadaran Lingkungan

Di masa adventum atau masa penantian ini marilah kita masing-masing membuat suatu confenssio atau pengakuan dari dalam diri kita agar dapat menemukan kesalahan dan kelalaian yang telah lama kita banggakan juga di saat ini kita diajak untuk  meninggalkan semuanya itu.

Kita diajak untuk mempersiapkan diri dengan baik sehingga semua petaka dan kejadian buruk yang telah menimpa kita pada masa atau tahun ini, Misalnya; virus corona, gempa bumi, longsor, tsunami dan bencana alam lainya dapat diperbaharui oleh kedatanggan Anak Manusia, sebab tidak semua bencana alam yang terjadi akibat alam yang tercemar dan pembangunan-pembangunan yang modern, melainkan  juga atas keserakahan dan dosa kita sebagai manusia itu sendiri. 

Seperti sebuah lirik lagu milik Ebit G Ade yang berjudul "Berita Kepada Kawan", mengatakan bahwa; mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu bangga dan salah atas dosa-dosa atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita. 

Lagu ini Ia persembahkan kepada sebuah daerah yang pernah tertimpa tsunami. Maka di masa penantian ini, kita semua diundang untuk selalu berjaga-jaga dan berdoa mohon ampun sebelum tiba kedatangan Sang Anak Manusia (Yesus).

Baca Juga: Masalah Perdagangan Manusia Sebagai Akibat Hilangnya Rasa Kemanusiaan

Berjaga-Jagalah 

Berjaga-jagalah berarti kita selalu berharap. Paus Fransiskus Mengatakan bahwa: “Keinginan saya pada tahun ini adalah jangan kehilangan harapan, sebab harapan yang nyata tidak pernah mengencewakan. 

Dengan berharap kepada Allah, kita dapat memperoleh sebuah gaudium et spes atau sukacita dan harapan yang akan mengubah hidup kita”. 

Berjaga-jaga artinya kita dituntut untuk melakukan kebaikan-kebaikan lewat tindakan atau perbuatan langsung dan itulah yang utama bagi Tuhan. 

Berjaga-jagalah, ini merupakan ucapan dari Sang Anak Manusia untuk para murid-Nya yang selalu setia menantikan kedatangan-Nya di dunia ini. 

Suatu hal yang perlu kita dilakukan dalam berjaga-jaga adalah dengan melakukan suatu yang bermanfaat bagi sesama manusia tanpa memandang latar belakang. Berjaga-jagalah juga dengan selalu berdoa dan memuji Tuhan. (Red.pikiRindu)

Penulis tingal di Biara OSM Golo Bilas 

Beginilah Cara Kota Ruteng Menghibur Dirinya Sendiri

Foto suasana festival kuliner kota Ruteng pada Kamis, 13 Oktober 2022

Melawan Dinginnya kota Ruteng

Imajinasi.pikiRindu- Ruteng termasuk salah satu kota yang paling dingin di Indonesia. Jalan-jalan di malam hari menjadi perjalanan yang sulit bagi penduduknya.

Malam hari menjadi saat yang paling dingin di kota Ruteng. Biasanya saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat, dingin pun mulai membungkus kotanya.

Masyarakatnya kemudian bersembunyi di dalam rumah dan mendekat ke perapian sehingga dingin itu bisa ditepis.

Jalanan di kota seakan tidak memiliki tuannya. Sepi. Hanya ada beberapa saja kendaraan yang melintas, mungkin karena terpaksa mereka melintasi jalan-jalan sepi itu.

Butuh mental melawan dinginnya kota. Walaupun ada banyak bintang di langit kota, itu tak cukup menghangatkan badan yang sudah dilapisi jeket berbulu coklat tebal.

Namun, beberapa hari ini, kota Ruteng menjadi kota yang berbeda. Banyak orang berkumpul di pusat kota, tepatnya di lapangan Motang Rua. Mereka berkumpul, duduk, di atas kursi-kursi yang berjejeran. 


Di tangan mereka sambil memegang secangkir kopi dan ada juga yang sedang mencicipi jajanan yang tampaknya lezat jika dicicipi.

Ada juga yang duduk melingkar di bawah tenda kecil sambil bergurau dan bercanda. Tampaknya mereka bahagia sekali. 

Apa yang membuat mereka berkumpul? 

Rasa penasaran pun muncul dan tiba-tiba, spontan keluar dari mulut pertanyaan "apa yang membuat orang-orang ini berkumpul di sini? Lalu, seorang bapa paruh baya juga spontan menjawab "ada festival kuliner". 

Baca Juga:. Pikiran Terjebak di Rumah Wunut Saat Pulang

Wah, pantasan saja banyak orang yang lagi berkumpul sambil mulutnya mengunyah berbagai makanan dengan begitu nikmatnya.

Semakin jauh kaki melangkah, semakin nampak bahwa memang benar ada festival kuliner. Ada banyak stan milik UMKM yang menempati deretan stan yang telah disiapkan.

Air liur semakin banyak tertahan di mulut karena ingin segera merasakan berbagai makanan milik pelaku UMKM itu.

Baca Juga: Jelang Natal 2021, Alasan Maria Kunjungi Elisabet Barulah Terkuak

Namun, kami harus tertahan sejenak di arena permainan anak-anak yang berisi permainan odong-odong. Hal itu karena si nona kecil ingin sekali naik odong-odong sambil mendengarkan lagu anak, balonku ada lima.

Sekitar 10 menit kami di tempat permainan anak-anak, saking lamanya menunggu, perut pun memberikan isyarat bahwa dia harus segera diisi. Kami pun melangkahkan kaki, sambil melihat berbagai usaha kuliner UMKM itu. 

Oh iya, tidak hanya ada UMKM kuliner, ada juga deretan usaha yang menjual mainan anak-anak. Di situlah kami berhenti sejenak dan membelikan mainan untuk si nona kecil. 

Baca Juga: Budak Paruh Waktu Di Tanah Pilihan

Dia bahagia sekali mendapatkan mainan yang sama seperti yang ada dalam video anak yang sering ditontonnya.

Setelah membeli mainan, kami melangkahkan kaki dan melihat ternyata ada juga UMKM yang menjual berbagai pakaian, sepatu, sendal, perhiasan, dan masih banyak lagi.

Terlintas dalam pikiran, "wah UMKM di kota Ruteng ternyata bertumbuh cepat. Buktinya para pelaku UMKM itu kebanyakan anak muda dan ada juga yang baru menyelesaikan pendidikan tinggi. Salut buat para pelaku UMKM yang kreatif ini."

Kami berhenti di suatu stan bakso untuk mengisi perut yang terus berbunyi dari tadi. Kami pun sama seperti yang lain, kemudian duduk dan mencicipi bakso untuk mengobati rasa lapar sekaligus menghangatkan tubuh yang terasa dingin.

Baksonya enak sekali, teman-teman juga wajib merasakannya. Selain bakso, ada juga yang menjual berbagai macam kue. Oh iya, untuk stan kue biasanya rame diburu pembeli sehingga kita harus antri untuk mendapatkan pesanan.

Baca Juga: Bahagia Setelah Sakitnya Luka

Setelah mencicipi bakso, kami pun berjalan lagi dan melihat berbagai macam kuliner lainnya. Berhenti, lalu membeli bakso dan sosis bakar. 

Berjalan lagi dan menemukan ada juga yang menjual kebab, itu membuat rasa bergejolak hendak memakannya. Ah, nanti datang lagi saja biar bisa mencicipi semua makanan yang ada di setiap stan kuliner ini. 

Maklum, duit yang ada tak cukup mampu membeli semuanya. Lain kali, harus menyiapkan duit yang cukup agar bisa menikmati berbagai kuliner malam ini.

Waktu menunjukkan pukul 20.00 Wita, kami memutuskan untuk kembali ke rumah karena alam semakin dingin.

Dalam perjalanan pulang, mata si nona kecil tertuju pada sebuah stan, di mana di situ ada beberapa anak yang lagi belajar menggambar. Si nona kecil sangat ingin singgah dan coba menggambar.

Kami pun singgah, si kecil kemudian memainkan kuas, mewarnai gambar kupu-kupu. Hampir sejam kami di situ karena menemani si nona kecil mewarnai. Dia bahagia sekali memainkan kuas itu dan tampak sekali keceriaan memenuhi parasnya yang cantik. 

Bahagia sekali rasanya, melihat si nona kecil bergembira. Yah, walaupun jeket coklat tebalnya dipenuhi warna dari percikan kuas di tangannya.

Setelah mewarnai gambar, kami lalu pulang, menikmati angin dingin di atas motor yang sedang melaju menuju rumah. 

Sampai di rumah, kami bercerita kembali tentang apa saja yang menyentuh di festival kuliner malam ini. 

Baca Juga: Nilai Yang Pudar Dari Kota Kecil Ruteng

Tidak sia-sia kami memberanikan diri melawan dinginnya kota Ruteng malam ini. Kuliner yang ada sungguh membuat kami ketagihan untuk merasakan kembali di lain waktu.

Bagi pembaca yang belum sempat menikmati kuliner malam di Motang Rua, buruan merapat karena ada juga hiburan-hiburan lain yang menarik. 

Jangan lupa untuk menikmati hiburan sambil meminum secangkir kopi dan mencicipi beberapa jajanan kue. 

Usahakan teman-teman membawa uang yang cukup karena ada banyak hal yang bisa saja membuat anda akan mengeluarkan uang. 

Salam dari kota Ruteng, kota penuh kenangan. Mari bersama, kita dukung UMKM di wilayah kita.


Penulis: Ricardus Jundu

Penulis merupakan orang yang suka jalan-jalan di pedalaman Flores - NTT. Penulis juga penyuka karya sastra dan seni, pegiat usaha mikro yang bergerak di ekonomi kreatif-bisnis digital dengan nama usahanya Flores Corner (naiqu, cemilan santuy, dan JND desain), serta pengajar di Unika Santu Paulus Ruteng. Hasil tulisan penulis sudah banyak dipublikasikan di berbagai media cetak dan online. 

Editor: Florida Nuryati Kabut

@Red.pikiRindu

Mengapa Aku Harus Merasa Sakit Kehilangan?

Cinta
Ilustrasi: pixabay.com

Karena Cinta Kasih Adalah Abadi

Malam dingin itu terasa tak berarti ketika jiwa berada dalam sudut api yang membara. Aku seakan lupa bahwa aku masih memiliki yang lain dalam kesunyian malam itu.

Sekarang aku sadar bahwa semuanya telah terbang jauh menuju awan yang mendekati cahaya terang benderang. Aku hanya bisa melihat dari kejauhan bahwa belum hilang semuanya, masih ada sisa kehangatan kisah lama yang hanya butuh ingatan untuk mengembalikan semuanya. 

Tanpa ada dokumentasi. Tersisa hanya foto lama yang buram. 

Jika aku rindu maka aku hanya perlu mengingat kembali semua tentang cahaya kasih dibalik memoriku. Sampai sekarang aku bisa merasa dekat karena pancaran cahaya datang tiap kali aku membutuhkan kehangatan jiwa. 

Hitam kelamnya rasa jiwaku terbakar dan membuatku tenang kembali. Aku tahu cahaya itu memang jauh dari genggamanku tetapi pancaran cahayanya selalu mendekati aku kemana pun aku pergi.

Semuanya dimulai dari malam itu, kehidupanku berubah drastis seakan aku bukanlah aku yang sebenarnya. Kepergiannya berubah menjadi api dalam hidupku seakan membakar hidupku. Apa gunanya aku hidup sekarang? 

Siapa yang menghantar aku ke peraduan dunia nyata kelak? Hampa sungguh hampa hidupku saat itu. Teriakku saat itu tak dihiraukanya dan dia tetap pergi entah ke mana. Dalam benakku aku merasa hancur, biarkan dinginya malam itu jadi saksi bahwa seungguhnya aku membutuhkanya. 

Seandainya saat itu aku telah dewasa, tak akan ku biarkan smuanya berlalu begitu cepat. Yang Maha Kuasa berkehendak lain, ada rahasiaNYA tak terurai dalam asa pikiranku. Itulah teka-teki hidupku yang aku harus pecahkan selama sisa hidupku nanti.

Waktu terus berlalu dan hari ini aku memulai memecahkan rahasia hidupku. Gerak jiwaku dalam tubuh tidak bermaksud memberontak dari kenyataan. Aku hanya tak mau hidupku seakan tak berarti tanpa kisah rahasia ESA yang berdrama dalam hidupku. 

Akulah sang rahasia itu, namun aku tak tahu kisah yang selanjutnya terjadi dibalik rahasia itu. Satu per satu aku akan memulai untuk pecahkan kisah teka-teki itu, melalui benak kalbu hatiku tanpa pengaruh yang lain. Bersaksi tentang hati dan pikiran yang selalu merobek sukma jiwaku akan ku ukir satu per satu. 

Biarlah kisah ini, aku mulai lewat sejarah dinginya malam itu dalam kehangatan terakhir bersama dia yang melindungiku. Aku akan memulai hidupku tanpanya, aku seakan tak berdaya menahan tangis kecilku. Aku terluka dengan kepergianya. Biarkan dia tahu isi hatiku. 

Itulah mengapa aku memulai menguak rahasia ini dari dalam diriku sendiri.

Sampai hari ini, satu per satu rahasia itu terungkap. Dia melindungiku. Aku merasa tak sendiri dalam setiap perjalanan hidup. Halangan dan tantangan selalu dilalui dengan bantuannya.

Doanya tetap menyertaiku. Doanya membuatku menjadi pribadi yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan dalam hidupku. Doanya menguatkanku dalam menghadapi persoalan hidup terberat.

Aku tahu bahwa aku tak bisa melihatnya lagi secara nyata. Aku hanya bisa merasakan kehadirannya. Semuanya karena ikatan emosional yang kuat antara dia dan aku.

Ke depannya, aku tak pernah takut menghadapi berbagai persoalan dalam hidup karena keyakinanku tentang dia yang selalu berdoa dan menjadi pelindungku. 

Dia tak pernah meninggalkan aku sendiri dalam suka dan duka. Dia sungguh membuatku tegar, kuat, dan berani menjalani hidup. Hanya raga yang terpisah tetapi tidak dengan cinta karena cinta kasihnya sungguh ABADI.


Ricard Jundu

Penulis adalah penyuka karya sastra dan seni yang sudah menulis di berbagai media cetak dan online


Mencari Kata Yang Hilang || Ricard Jundu

Puzzle
Ilustrasi menemukan sesuatu yang tepat (sumber: pixabay.com)

Di saat ini aku tak henti-hentinya mengeluh dan berjuang. Keberadaanku seakan tak berdaya menempuh hidup yang kian surut mengering hingga gersang. Sudah lama kering tak berdaya, aku tahu segala kesalahan akan menunda rejeki yang siap datang kepada kehidupanku ini.

Dimana keadilan hidup yang sesungguhnya? 

Aku hanya memiliki perasaan yang tidak bisa melihat keadilan, walau itu sebenarnya nampak jelas dalam kehidupan. Aku membutuhkan kaca mata keadilan untuk bisa melihat keadilan itu sendiri. 

Melangkah butuh persiapan yang sangat matang sehingga kepastian dapat diraih dengan pasti. Siapa pemilik keadilan itu? sehingga aku harus memintanya. Aku selalu mencari arti hidupku sendiri dengan melihat keadilan.

Perjalananku masih panjang dalam menghadapi segala tantangan hidup. Dalam kehampaan aku berpikir bahwa ada sesuatu yang hilang dari setiap aktivitas yang dilakukan. 

Mengapa? Aku hanya berorientasi pada satu arah dan melupakan arah yang lain. Aku terkejut saat dikejutkan oleh sesuatu gertakan yang membutuhkan tanggapanku. Diam sebenarnya bukan jawaban, seharusnya aku mengatakan sesuatu, apa pun itu walau tak bermakna.

Jangan memaksa aku untuk menjawab karena itu membuatku gelisah dan gerogi. Aku jadi tak bisa berpikir. Mungkin, biarkan aku hening sejenak untuk memanggil kembali sesuatu yang hilang dari dalam pikiran. 

Berikan aku waktu sejenak karena tidak mudah mencari sesuatu yang hilang agar aku dapat  tanggapi keinginanmu. 

Aku selalu berpikir bagaimana caraku menemukan kata yang hilang itu. Sebenarnya, aku membutuhkan waktu untuk mengingat kembali kata yang hilang itu. 

Baiklah, aku akan mencari waktu yang tepat untuk  menemukan kata yang hilang itu. Waktu di mana aku bisa tenang. Kesempatan yang tepat untuk merenung.

Ketenangan akan membuatku mampu menemukan kata yang hilang itu. Aku sadar bahwa hal itu tidaklah mudah. 

Butuh perjuangan yang panjang dan melelahkan. Sekarang yang aku butuhkan hanyalah fokus pada tujuan.

Fokus membuatku semakin terarah. 

Itu tepat sekali, maka mulailah fokus dan pada akhirnya dititik kejenuhan masa pencarian kata yang hilang itu, aku terinspirasi untuk terus bergerak maju. Dalam perjalanan hidup, aku pun menemukan kata yang hilang itu.

Kata yang hilang itu adalah kesabaran. Ya, kesabaran memang tepat untuk kehidupanku saat ini.


Penulis adalah penyuka karya sastra dan seni yang sudah menulis di berbagai media cetak dan online


Melawan Gelisah

Sumber foto: mainmain.id

Ada yang berdetak begitu hebat, jantungku. Nadi melekat begitu erat dengan aliran darah kencang. Katanya, aku harus kuat dengan segala yang akan aku hadapi. Takutku melekat erat, sementara bersembunyi dibalik pintu hati. Pikiranku menjadi tempat persembunyian kegelisahan untuk meluapkan rasa takut ini.

Ingin ku berlari ke hutan, agar tak ada yang tahu. Kini, Aku sebatang kara, sendiri, dan bersembunyi. Namun, pelita yang sudah ku nyalakan di belakangku harus tetap hidup, tak boleh redup. Aku bukan pengecut, berlari ke hutan tanpa alasan. Aku hanya ingin kesunyian sebentar saja untuk merenung dan mengembalikan pikiran dari kegelisahan.

Hey, dalam diam ada ketenangan, sesekali angin spoi merabah tubuhku dan aku mendesah. Perlahan gelisah itu pergi, hilang entah kemana. Mata ini pun terbuka, kemudian melihat ada jalan yang harus dilalui. Dengan ringan kaki ini melangkah menelusuri jalan itu. Ada suara hati yang sedang melawan kegelisahan dan membunuh rasa takut.

"Hatiku bergumam: Aku harus menang"

Sejenak denyutan jantung berhenti, aku berpikir hati ini kalah melawan kegelisahan yang mendera ruang hati. Tak ada lagi dentuman perang, hanya ada ketenangan. Udara pertama yang aku hirup setelah sejenak tak ada denyut jantung seolah membakar kembali mesin jantungku. Lalu, mesin itu hidup dan kembali berdenyut seperti biasanya. Ruang hati pun kembali hangat.

By Ricard Jundu

Budak Paruh Waktu Di Tanah Pilihan

Pekerja


Cerita gila pertama yang ditulis sebagai imajinasi dalam refleksi penulis. 

Regulasi dan regulasi lagi, teriakmu. Jangan sok tahu kamu dengan regulasi. Kamu tak paham sedikit pun. Kewajiban kamu hanyalah bekerja sesuai keinginanku. Paham?

Regulasi itu punyaku dan untuk kepentinganku. Bagaimana kamu bisa paham, toh kamu bukan pembuatnya, apalagi kalau ditambah otakmu yang lemah lunglai. Aduh, sulitlah kamu pahami isi dari regulasi yang panjang lebar itu.

Sekalipun kamu merengek, tak bisa memberontak, kamu hanyalah rakyat jelata yang meratap dalam puisi. Teriakmu hanya membuat kamu tambah frustrasi. Ingat, akulah yang memutuskan, bukan suara teriak ramaimu.

Kalian hanyalah sekumpulan budak yang aku gunakan untuk kepentinganku dan sekaligus kroni-kroniku. Mau sampai kapanpun kamu tetaplah budak. 

Jika aku tak membutuhkanmu lagi, tentunya kubuang sampai kamu tak bisa menjerit lagi. 

Sebenarnya, aku ingin sekali mempertahankanmu menjadi budak-budakku tapi karena demi menjaga kepentinganku terpaksa kalian kutendang.

Kehidupanmu, bukan urusanku. Urusanku adalah perut dan semua keinginan kroni - kroniku. Mungkin, itu akan berlangsung paling lama sampai aku tinggal di liang kubur yang sempit itu.

Janganlah kamu merengek seperti kambing kelaparan saja. Apalagi kalian lakukan itu di jalanan yang tak punya naungan untuk terhindar dari teriknya panas matahari. Aku tahu itu dari balik jendela megah di ruangan kerjaku. 

Sepintas aku melihat sambil tersenyum dan bergumam dalam hati "makanya ikut aturan main". Resikonya tanggung sendiri karena itu bukan urusanku. 

Bagiku, keberadaanmu saat ini tak menguntungkan aku dan kawan-kawanku. Kawan yang entah setia atau tidak kepadaku. Intinya, sekarang kawan-kawan itu masih terlihat lengket di depanku.

Oh iya, kata kawanku, ada di antara kalian yang menjadi budak kurang lebih mendekati 10 tahun. Aku hanya mau bilang, sedih sekali nasibmu.

Kalau boleh jujur, ingin sekali kupertahankan kalian menjadi budak di tanah pilihanku tetapi aku didesak oleh kepentinganku agar melepaskan kalian. Kalian hanya menjadi beban di tanah ini.

Pekerjaanmu selama ini hanya sebagai pengorbanan dari budak kepada tuannya. Dari jaman dulu juga begitu sehingga sebaiknya kalian terima saja.

Teriakmu tentang hak dan jaminan kepadaku tak ada gunanya. Hatiku sudah terikat janji dengan kepentinganku. Teriakmu soal karma dan kutukan pedas, kamu bukan Tuhan yang bisa menghakimiku sesukamu.

Saat ini, akulah yang berkuasa atas tanah ini. Jadi, aku bebas melakukan apa pun atas tanah pilihan ini. Memang benar bahwa ada kawan lamaku yang kini harus tinggal di balik sempitnya jeruji besi di masa tua karena seenaknya mengatur tanah ini.

Itu kan kawan lamaku dan bukan aku. Salahnya sendiri karena tidak bisa merencanakan dengan baik dan mensiasati banyak strategi agar tak ketahuan kalau telah mencuri harta dari tanah pilihan ini.

Kalau aku sendiri banyak belajar dari kesalahan kawan lamaku itu agar tak terulang dan terjadi kepadaku.

Budak, cukuplah kau berteriak lagi di jalanan depan kantor kerjaku. Kau hanya membuang waktu, carilah pekerjaan baru. Syukur kalau mendapatkan pekerjaan yang lebih layak bagimu.

Burung di udara saja bisa hidup. Apalagi kalian yang punya kaki dan tangan. Yah, sekalipun menjadi budak lagi. Saranku, sebaiknya kau gunakan juga otakmu maka kaki dan tanganmu tidak menyeretmu menjadi budak yang sama lagi.

Sembari menikmati secangkir kopi di ruang kerjaku, sempat mendengar kalian meneriaki namaku. Aku sudah terbiasa dengan candaan seperti itu. Aku hanya kasian saja apabila kalian kecapean nanti, lalu pulang tanpa membawa hasil untuk sekedar membeli beras dan teman-temannya.

Keputusan yang kuambil tidak bisa diganggu gugat lagi. Setop teriak di jalanan dan sebaiknya move on, lalu berpikir untuk mencari peluang baru yang lebih menjanjikan.

Begini saja yah, kalian kusiapkan balai pelatihan kerja untuk menambah keterampilan kalian. Prinsipnya, aku memberi jala ke kalian dan pergilah menangkap ikan. Aku tidak akan memberi ikan secara langsung karena takut cepat habis begitu saja, lalu kalian merengek lagi. 

Bagaimana, mau saya bagikan jala itu? Jala itu akan membantu kalian mendapatkan ikan lagi apabila sudah habis terpakai.

Soal regulasi dan kebijakan yang aku putuskan, kalian terima saja, jangan ribut berlebihan. Aku juga butuh jala untuk menghidupi kroni-kroniku yang juga lebih banyak merengek kepadaku lebih dari yang kalian lakukan ini.

Sekian tahun berlalu pergi, semua cerita itu, kini menjadi kenangan masa laluku. Semuanya menjadi beban yang selalu mengusik bahagiaku. Dulu, ada yang terluka karena keputusanku. Semoga semua yang terluka itu, kini berbahagia menjalani hidup.

Aku hanya bisa merenung dan meratapi hidup hanya dari kursi roda ini. Aku tak berdaya lagi. Rambutku beruban dan terus menua. Ingin aku kembali ke masa lalu dan memulai dari awal lagi. Semuanya hanya bisa kuungkap dalam hati tanpa henti.

Aku hanyalah sampah masa lalu bagi orang-orang yang tersakiti. Dari sini, di ruang sempit ini, semuanya berakhir, lalu menjadi kenangan.


Ricard Jundu

Penulis adalah penyuka seni dan sastra yang sudah menulis di berbagai media cetak dan online.


Sumber ilustrasi: pixabay.com

Bahagia Setelah Sakitnya Luka || Ricard Jundu

Mimpi yg dirindukan
Ilustrasi orang yang saling melepas rindu

Imajinasi.pikiRindu- Hari ini memang pedih bagi sang perinduku. Bukannya aku buta 'tuk melihat, aku hanya membutuhkan kaca mata hidup 'tuk mampu memandang bahwa aku dibutuhkan sang perinduku. Dalam penaknya hariku ini, ragaku seakan hilang dicuri oleh besarnya kerinduan sang perinduku.

Janganlah biarkan air mata mengalahkan kerinduan karena masih banyak duri yang perlu dicabut satu per satu dari kehidupan untuk bisa merasakan indahnya hidup setelah merasakan sakitnya luka. Sang perindu mungkin banyak hal yang tak kau ketahui tentang ku. 

Aku berusaha akan membantu menjelaskannya. Jika saatnya tiba aku tak mau lagi melihat kerinduan itu hilang tak tentu arah. Aku hanya mau merasakan kerinduan itu nyata dalam rasa dan lambat laun hilang terbakar cinta yang utuh. 

Lembutnya angin malam ini sungguh membuatku semakin terbang jauh dalam rasa hangat yang dibagikan sang perinduku dari jauh. Haruskah aku menderita karena langit itu masih jauh? Aku hanya mau katakan dengan tegas bahwa aku tidak takut dengan luka. 

Ingatlah bahwa saat langit itu digenggamanku, aku hanya menginginkan sang perinduku meniupkan lilin suka cita untukku. 

Di kedalaman hati yang lembut selalu ada nada damai ketika tawamu melantunkan bunyian yang indah dengan raut wajah tersenyum. Aku mungkin yang pertama mengatakan bahwa mungkin kamulah sang perindu yang berbahagia itu. 

Banyak hal yang sungguh membuatku makin penasaran, entah dengan hidupku sendiri karena sang peinduku itu selalu memiliki teka-teki baru dalam napas kehidupan ku. Haruskah aku menjawab teka-tekinya? bagaimana caranya? 

Ah..... aku ini mungkin terlalu jauh melihat ke depan. Sebenarnya sang perinduku itu mampu  menjawab sendiri teka-teki karyanya dengan rasa dalam perasaan yang halus dan lembut. Mungkin karena aku terlalu ragu sehingga harus mencoba memecahkan teka teki itu sendiri.

Lantunan syair dalam nada doanya di keheningan malam sangat mampu memecahkan kesunyian malam. Syair yang diungkap dengan perasaan yang tulus kemudian mengobati luka yang terkadang menusuk dan menyakiti.

Selalu, ketika senja mulai menunjukkan biasnya, saat itu selalu ada rindu untuk mencapai angan dalam setiap luka yang didapat.

Hanya malam yang mengobati luka dalam harap di tengah kesunyian itu. Malam mengobatinya tanpa sentuhan tapi melalui gelap dan indahnya bintang-bintang. Malam dan bintang pasti punya alasan mengobati luka goresan kata yang terasa pedis.

Kata dari mulut yang tak bertulang tapi memiliki energi yang berbisa.

Hanya malam dan bintang yang mengobati luka, sehingga pagi berikutnya kembali meluluhkan perinduku agar tersenyum kembali. Senyuman yang bisa menyembunyikan betapa perihnya luka sang perindu.

Dalam senyuman itu, ada keyakinan yang kuat bahwa mimpi saat malam dan penuh bintang pasti akan tercapai. Keyakinan membuat kekuatan kembali hadir dalam jiwa perindu karena yakin menjadi kunci pembuka ruang kebahagiaan yang dinanti.

Hari demi hari berlalu ditemani malam dan bintang, sampai pada suatu ketika di mana mimpi yang dinanti hendak tercapai. Raut wajah perindu pun makin memancarkan cahya terang hendak menunjukkan ada jiwa yang lagi berbahagia.

Kata yang terucap pun selalu dengan nada manja dan aura cinta yang meluap-luap karena rindu yang tak terbendung lagi. Hingga tiba saatnya, hari di mana mimpi itu menjadi kenyataan, sang perindu lalu menangis dan tak henti menangis. Bukan tangisan luka. Tangisan bahagia.

Luapan bahagia yang tak terbendung itu pun dirasakan oleh malam dan bintang. Aura saat itu, seakan malam dan bintang seolah menunjukkan rasa bahagia juga. Sembari merasa bahagia tetap harus sisihkan waktu untuk hari dan malam berikutnya.

Perindu pun berakhir suka cita setelah merasakan sakitnya luka.


Penulis merupakan penyuka karya sastra dan seni yang telah menulis diberbagai media cetak dan online.

@Red.pikiRindu


Jelang Natal 2021, Alasan Maria Kunjungi Elisabet Barulah Terkuak

Gambar: depositphotos.com

Penulis: Ricardus Jundu, Editor: Florida N. Kabut

Imajinasi.pikirindu - Beberapa hari yang lalu, diberikan kesempatan untuk mengunjungi salah satu desa. Perjalanannya cukup menantang karena banyak jalan yang berlubang dan melewati bukit - bukit curam. 

Terlepas dari jalanan yang memacu adrenalin, semuanya terobati dengan pemandangan alam yang indah sebagai anugrah dari Tuhan.

Sesampainya di kantor desa, sudah banyak masyarakat berkumpul menantikan kehadiran kami. 

Sembari menunggu kami, mereka duduk berkelompok di bawah rindangnya pepohonan untuk menghindari teriknya mentari saat itu. Ada yang berdiri dan ada juga yang duduk.

Entah apa yang mereka bicarakan dalam kelompok-kelompok kecil itu, hanya mereka sendiri yang tahu. 

Setelah kami sampai, semua masyarakat beramai-ramai memasuki kantor desa untuk menempati kursi yang sudah disiapkan. 

Kami berdiri sejenak di depan kantor desa, lalu disambut secara adat Manggarai yaitu tiba meka menggunakan tuak dan sebungkus rokok. 

Kami tersenyum bahagia karena tak disangka akan disambut demikian. 

Kata kepala desa kepada kami, acara ini adalah kebudayaan orang Manggarai dalam menyambut tamu. Dalam hati kecil saya, luar biasa warisan leluhur orang Manggarai ini. 

Salah seorang dari kami, langsung spontan merespon, kebiasaan ini sangat menyentuh, saya merasa sudah diterima menjadi orang Manggarai, katanya dengan nada halus dan tersenyum bahagia.

Oh iya, setelah acara tiba meka, kami masuk ke dalam ruangan dan diterima dengan tarian tiba meka yang dibawakan oleh pelajar. 

Lenggak-lenggok penari membuat kami terpukau dan semakin kagum dengan kebudayaan orang Manggarai. 

Seorang teman kami mengatakan "kayaknya masih banyak hal yang kita bisa temukan dari kebudayaan orang Manggarai ini", katanya dengan nada halus dan volume yang tak begitu besar.

Ternyata, kepala desa mendengar apa yang disampaikan salah satu teman kami tadi. Sambung kepala desa, di Manggarai ada yang namanya tarian caci sebagai ciri khas orang Manggarai. 

Kami pun penasaran dengan tarian caci dan menanyakan seperti apa tarian caci itu. Sontak kepala desa menunjukkan video yang direkamnya saat caci pada acara wagal anaknya. 

Ini waktu acara wagal anak saya, kata kepala desa. Wagal?  iya, wagal, tegas kepala desa.

Kami pun semakin penasaran dengan kebudayaan orang Manggarai, tentunya. Wagal, ternyata salah satu acara adat dalam perkawinan orang Manggarai. 

Katanya, dengan dilakukan acara adat itu, sang gadis resmi masuk dalam keluarga pria. Acara wagal sekarang ini sudah banyak perubahan dan tidak sama seperti dulu di jamannya, tegas kepala desa.

Sambil bercerita, kami disuguhi kopi dan teman-temannya seperti ubi, pisang, dan jagung rebus. 

Kepala desa mengatakan bahwa inilah hasil pertanian kami, mohon maaf jika kami hanya bisa menyuguhkan makanan seperti ini. 

Kami senang pak, sebenarnya makanan seperti ini yang kami inginkan karena sudah sering dengan berbagai jenis kue di kota, jawab salah seorang teman. 

Setelah hampir 30 menit kami beristirahat sambil bercerita dan menikmati suguhan dari desa. Kami pun memulai kegiatan kami untuk memberdayakan masyarakat desa. 

Salah satu yang kami berdayakan adalah hasil pertanian seperti jagung, pisang, dan umbi-umbian.

Salah satu teman kami menjelaskan begini, "kita terkadang aneh. Kita pergi jual pisang ke kota dan kembali ke kampung membawa pisang goreng sebagai buah tangan ketika pulang dari kota untuk dinikmati bersama keluarga di kampung". 

Sontak semua masyarakat desa yang hadir tertawa terbahak-bahak.

Hampir tiga jam kami membagikan keterampilan yang kami miliki kepada masyarakat desa. Semoga dengan kegiatan pemberdayaan ini, masyarakat bisa memiliki pengalaman yang baru lagi. 

Waktu menunjukkan pukul 13.00 wita, sungguh tak terasa berlalu begitu cepat. Kemudian, kami menyampaikan akan hadir lagi dua minggu lagi untuk melihat perkembangan desa. 

Kegiatan pemberdayaan desa pun selesai dan kami diundang untuk makan di rumah kepala desa.

Sesampainya di rumah kepala desa, betapa kagetnya kami melihat dua orang wanita saling berpelukan sambil menangis histeris. 

Bukan hanya kami yang kaget melihat peristiwa itu tetapi kepala desa dan beberapa tokoh masyarakat yang ikut bersama kami.

Tiba-tiba air mata kepala desa juga jatuh membasahi wajahnya yang nampak kelelahan. Kami pun hanya bisa diam dan bertanya dalam hati "ada apa sih?" 

Salah satu tokoh masyarakat akhirnya mempersilahkan kami duduk, sekalipun itu bukan rumahnya tetapi karena takut kami berdiri terlalu lama.

Kepala desa hanya bisa menangis dan matanya terus menatap kedua wanita yang menangis sambil berpelukan itu. 

Tak lama kemudian, keluar kalimat dari salah seorang wanita yang mengenakan pakaian yang rapih dengan dandanan yang telah pudar akibat air mata yang menetes, katanya, ampong koe aku e kaka, salah aku ta kaka. Ampong kole aku e ase momang daku, salah kole aku, jawab wanita lainnya.

Baca Juga:

Pikiran Terjebak Di Rumah Wunut

Kami dalam diam, hanya bisa merasakan emosi dari kedua wanita yang nampaknya sama-sama lagi hamil. 

Beberapa menit kemudian, keduanya saling mencium pipi kiri dan kanan lalu duduk di sebuah tikar sambil tetap berpelukan. 

Kepala desa lalu menghapus air matanya dan sembari menyampaikan permintaan maaf kepada kami. 

Dia kemudian menjelaskan bahwa kedua wanita itu adalah saudara kandung yang mengalami perselisihan sejak pemilihan kepala desa periode lalu. 

Perbedaan itu membuat hubungan keduannya berantakan. Betapa bahagiaanya natal kali ini, kembali mempertemukan dan menyatukan ikatan batin kedua saudara ini. 

Saya menangis karena bahagia dan saya sudah melupakan semua masalah saat itu dan menunggu sejak lama kesempatan hari ini, terima kasih Tuhan, kata kepala desa dengan nada halus dengan wajah kembali bersinar.

Beberapa tokoh masyarakat pun memuji apa yang dilakukan kedua saudara itu. Mereka mengatakan bahwa kami baru tahu kenapa sampai mereka ini berpisah dan tak pernah saling mengunjungi satu sama lain lagi. 

Ternyata hanya karena masalah perbedaan pilihan dalam pesta pemilihan kepala desa kali lalu.

Kami sebagai tamu hanya diam dan tersenyum serta ikut mensyukuri peristiwa itu. Salah satu teman kami, mengatakan, ternyata seribet ini kehidupan di desa, bukan hanya masalah tentang jalanan yang sulit dilalui atau masalah hasil pertanian yang sulit dipasarkan tetapi masalah sosial-politik juga terasa sekali di desa. 

Itulah sekilas cerita yang kami temukan untuk dibawah pulang. (Red.pikiRindu)

Pikiran Terjebak di Rumah Wunut Saat Pulang

 

Mbaru wunut
Sumber Foto: Dokumen Pribadi

Imajinasi.pikiRindu - Suatu waktu tepatnya jam 09.00 wita, ketika berjalan dari lapangan motang rua ke arah selatan menuju rumah wunut, muncul pikiran yang aneh sambil melangkahkan kaki untuk berjalan pulang. 

Baru beberapa langkah, pikiran itu semakin kacau dan terasa berat. Entah apa yang sedang merasuki pikiran ketika sedang berjalan sambil mata tertuju pada rumah wunut itu.

Tepat di depan rumah wunut, kaki menghentikan langkahnya dan mata melihat bahwa betapa ramainya tempat itu. 

Anak-anak berpakaian seragam pramuka sedang berdiskusi di sekitar rumah wunut dan ada pula yang masuk ke dalam bersama seorang guru berambut putih dan berpakaian usang.

Karena Takut

 

Sumber foto: halodoc.com

Langkah ini sudah semakin jauh, bahkan mendekati puncak. Ada yang merongrong dari dalam, membentak, membunuh semangat juang. 

Semua berawal dari pikiran yang tak beralasan, masuk ke dalam hati dan menggoncang jantung. Pemicu segala kekuatiran yang terjadi.

Dari puncak merapi berterbangan burung-burung, membentangkan sayapnya dengan penuh suka cita. Tatapan mata mereka menunjukan tak ada rasa cemas, keberanian membentang di setiap helai bulu sayapnya. 

Menunjukan padaku tentang keberanian mereka menaklukan bumi yang aku pijak. Mereka hanya ingin bebas hidup tanpa beban dipundaknya. Apa pun itu, hanya demi kehidupan dan kelangsungan hidup.

Baca Juga: Lelaki Egois

Baca Juga: Kejujuran Hati Pemilik Rasa

Lalu ku tengok diriku. Aku tak punya sayap untuk ku bentangkan di langit biru. Sekalipun ada, aku takut. Tak ada keberanian menaklukan bumi. 

Lalu, ku bongkar hati dan pikiranku dengan keras, dan ku lihat, aku masih memiliki satu senjata dengan satu amunisi. Senjata keyakinan dengan amunisi semangat. 

Sepertinya, sudah waktunya aku gunakan senjata dan amunisi yang tersisa satu itu. Ku bakar amunisi itu dengan menarik pelatuk yang ada di senjataku, hancurkan musuh ketakutan itu.

Kemenangan harus ku raih, apapun itu, hanya satu kesempatan untuk menembus pintu kejayaan. Saatnya, aku langkahkan kaki menuju puncak dan taklukan bumi yang kupijak, robohkan tembok pemisah itu. 

Saatnya aku harus berani dan percaya diri menjadi sosok yang berarti dan penuh kebebasan untuk hidup dan kehidupan.


Ricard Jundu

Penyuka karya seni dan sastra yang sudah menulis di berbagai media cetak dan online

Ruteng yang Ditinggal Pergi Tuannya


Kota Ruteng (Sumber: pixabay)


Penulis: Ricardus Jundu, Editor: Florida N. kabut

pikirindu.com- Kisah ini lahir dari kota kecil Ruteng. Tepatnya, kota ini berada di sebuah pulau kecil Bernama Flores.  Banyak cerita yang lahir dari kota tua ini dengan beberapa gedung peninggalan lama yang tersisa dan berdiri di atasnya.

Tentunya, bukan Gedung tua saja, ada juga satu pohon yang tua, berdiri tegak, tinggi dan rantingnya melebar jauh sehingga bisa jadi tempat berteduh bagi anak sekolah yang lagi gerah karena jalan kaki saat pulang sekolah. Beberapa gedung dan pohon tua yang tersisa itu menjadi bukti sejarah bahwa kota ini memang sudah tua. Iya, betul sudah tua.

Kota Ruteng di kala itu, anak – anak bermain bola kaki di lapangan motang rua, tepatnya hari minggu setelah pulang gereja. Ada juga anak-anak yang asyik bermain sepeda hanya sekedar mengelilingi lapangan motang rua. Selain itu, ada juga yang berkunjung ke pertokoan untuk berbelanja atau hanya sekedar cuci mata dengan barang keluaran baru yang bagus.

Pada saat musim layangan, ada kisah seru Ketika ada layangan anak kompleks sebelah yang putus. “oe ada layangan putus e, kejar” teriak anak-anak yang melihat ada layangan putus. Di antara yang bermain layangan, ada juga anak perempuan yang lagi serunya bermain tali merdeka pakai karet yang terurai panjang.

Pada saat musim wayang, banyak yang membeli wayang baru dengan gambar – gambar yang bercerita tentang film dan sebagainya. Di lapangan kecil dalam kompleks terdengar suara kas anak – anak ‘satu-diam, dua-diam”. Saat itu orang tua pasti bingung tentang apa yang dilakukan anak-anak itu. Kadang, ada juga momen bermain batu kayu dan yang kalah harus menggendong temannya yang menang.

Kalau jalan sore-sore (kendaraan belum seramai sekarang), hanya sekedar berkeliling, pasti di pertigaan jalan atau tempat lainnya banyak orang berkumpul walau hanya sekedar bersenda gurau membahas banyak hal dari yang serius sampai ke hal yang konyol.

Warga kotanya paling suka kalua 17 Agustus, berbondong-bondong ke pusat kota hanya sekedar untuk menonton atraksi yang dipersembahkan dari berbagai sekolah. Paling lucu kalau nonton anak TK yang tampil di depan para muspida. Berbagai tawa spontan keluar dari mulut penonton. Setelah pulang nonton acara 17 Agustus lanjut bermain ke hutan sambil mencari kayu bakar dan masih sempat juga singgah di kali untuk berenang bersama teman.

Memasuki bulan Desember, setiap anak pasti sudah menyiapkan meriam bambu. permainan tradisional yang familiar dikalangan anak-anak saat itu. Setiap anak laki-laki mulai berjalan di pinggiran kali untuk mencari bambu yang bisa dijadikan meriam bambu untuk dimainkan.

Permainan meriam bambu ini juga butuh kehati-hatian karena bisa menyebabkan kecelakaan ringan sampai parah apabila tidak dimainkan dengan baik. Terlihat anak-anak beramai-ramai memikul meriam bambu dari ukuran kecil sampai besar ke arah yang jauh dari pemukiman. Hal ini dilakukan anak-anak agar saat bermain meriam bambu tidak mengganggu warga sekitar.

Tak jarang juga ada yang bermain meriam bambu dekat pemukiman warga. Ya, tak heran jika ada orang tua yang marah sampai darah tinggi kumat. "Oe anak koe, toe nganceng labar tadang koe apa demeu situ ko, nenteng taung tilu agu kaget taung ami. Bo meu laku tong". Begitulah teriakan ibu-ibu yang selalu kaget ketika meriam bambu berbunyi. Kelihatan agak bandel sih anak-anak itu, mereka nekat bermain di dekat rumah warga.

Anak-anak yang bandel itu pun dikejar oleh orang dewasa. Mereka lari terbirit-birit jauh dari pemukiman warga. Anehnya, saat dikejar, anak-anak itu masih juga sempat memikul meriam bambu sambil berlari.

Ada yang masih ingat cara bermain meriam bambu?

Pasti banyak yang sudah lupa cara memainkannya. Apa lagi anak kelahiran 70an, pasti sudah lupa. Okey, kali ini akan dijelaskan sedikit tentang cara memainkan meriam bambu. Bahan dan alat yang digunakan sudah tentu bambu, minyak tanah, kain, air dan korek api. Cara memainkannya, masukan minyak tanah ke dalam bambu yang sudah dilobangi, nyalakan api, dekatkan api pada lubang kecil berisi minyak tanah tadi lalu ditutup dengan kain yang sudah dibasahi air. Itu singkat cerita cara memainkannya.

Kalau salah memainkannya maka muka kita bisa angus dilalap si jago merah. Jadi harus berhati-hati. Ada yang pernah seperti itu? Pasti di antara pembaca pasti ada yang pernah mengalami. Ayo jujur.

Malam natal dan tahun baru pasti punya kenangan berkunjung ke rumah teman hanya sekedar ingin menikmati kue natal dan tahun baru. Karena hari natal dan tahun baru itu sangat spesial di kalangan anak-anak jaman itu. Kue tar dan kue kering serta minuman sprite, fanta, coca cola, dan sirup menjadi tren kue yang dihidangkan setiap rumah yang dikunjungi.

Kini, setiap cerita selalu ada di dalam benak. Ingatan itu membuat selalu ingin kembali ke masa lalu. Tentang Ruteng, ubi, kopi, tawa, nongkrong, natal, dan tahun baru. 

Lalu, anak-anak itu pun bertumbuh dewasa dan pergi meninggalkan kota Ruteng untuk melanjutkan pendidikan atau pun bekerja. Bagian yang tersisa kini, hanyalah kenangan dalam memori ingatan saja. Kenangan itu akan diceritakan lagi saat berjumpa kawan lama atau sekedar reunian  bersama teman lama dengan topik cerita tentang masa lalu itu. Ceritanya pun hanya  bisa sebagian saja dari kenangan yang pernah ada tergantung daya ingat setiap orang karena memang tidak pernah dituliskan kisahnya sehingga lambat laun kenangan itu pun hilang di telan jaman. (Red.pikirindu)

Favorit Pembaca





Copyright © pikiRindu. All rights reserved.
Privacy Policy | About | Kontak | Disclaimer | Redaksi