Perjuangan Ibu Rumah Tangga di Ruteng Bangun Kokissae hingga Lolos Pelatihan dan Pendampingan Program TKML KEMNAKER RI
![]() |
| Yati Kabut dan Tim Saat Pengemasan Produk Kokissae (Sumber: dok. pribadi) |
Tidak semua usaha lahir dari mimpi besar. Sebagian justru tumbuh dari keterpaksaan, dari situasi sulit ketika hidup menuntut seseorang untuk segera bangkit. Dari tempat kecil dan sederhana di Rangkat, Ruteng, Yati Kabut memulai langkah sederhana, mengolah tepung, mencoba resep, dan berharap camilan buatannya bisa menjadi jalan keluar. Dari sanalah Kokissae bermula.
Editor: Tim Redaksi
pikirindu.com- Di sebuah tempat kecil, di Rangkat, Kelurahan Watu, Kecamatan Langke Rembong, Ruteng, tempat usaha kecil milik Yati Kabut yang terbuat dari seng dinding berwarna biru dan cokelat, dipenuhi aroma adonan yang diolah dengan penuh ketelatenan. Dari ruang sederhana inilah Kokissae tumbuh, bukan sekadar sebagai usaha kuliner, tetapi sebagai cerita tentang bertahan, berjuang, dan bangkit.
Pandemi Covid-19 pada tahun 2020 menjadi titik balik dalam hidup Yati. Usaha menjual pakaian yang sebelumnya menjadi sumber penghasilan utama perlahan terhenti. Ketika kondisi ekonomi semakin sulit, Yati dihadapkan pada kenyataan bahwa ia harus menemukan cara lain agar dapur tetap mengepul. Sebagai ibu rumah tangga, ia tidak memiliki banyak pilihan selain memulai sesuatu dari rumah.
Awalnya, Yati sama sekali tidak memiliki pengalaman di dunia kuliner. Namun, keterbatasan justru memaksanya untuk belajar. Ia mulai mencoba membuat camilan dari bahan tepung yang mudah didapat. Dari berbagai percobaan, lahirlah camilan kiri-kiri sebagai produk pertama. Saat itu, usaha kecil tersebut dikenal dengan nama Cemilan Santuy.
Perjalanan membangun usaha dari nol tidaklah mudah. Banyak kegagalan yang harus diterima, dari rasa yang belum pas hingga proses produksi yang melelahkan karena semuanya dilakukan secara manual. Namun, Yati tidak berhenti. Selama hampir satu tahun, ia melakukan riset sederhana, mencoba berbagai komposisi adonan demi menemukan cita rasa yang unik dan tekstur yang renyah. Kesabaran itu akhirnya terbayar.
Pada tahun 2022, Yati menambah satu varian produk baru, yakni kacang sembunyi. Dua produk ini kemudian menjadi andalan usaha kecilnya. Meski sederhana, Yati selalu menekankan pentingnya kualitas. Baginya, rasa yang konsisten dan berbeda adalah kunci agar produk bisa diterima pasar.
Di balik kesibukannya mengelola usaha, Yati tetap menjalani perannya sebagai seorang ibu. Ada hari-hari melelahkan ketika pekerjaan rumah dan produksi camilan harus dilakukan bersamaan. Ia mengakui bahwa membangun usaha sendiri membutuhkan mental yang kuat. Ada masa ketika usaha mengalami penurunan, ada pula saat harus bangkit kembali setelah jatuh. Namun, keinginan untuk bertahan membuatnya terus melangkah.
Yati merupakan lulusan Sarjana Pendidikan Matematika dari STKIP Santu Paulus Ruteng, yang kini dikenal sebagai Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng. Meski memiliki latar belakang pendidikan formal, ia memilih jalur wirausaha dengan berbagai pertimbangan keluarga dan kondisi pribadi yang harus diutamakan. Keputusan itu tidak selalu mudah, tetapi ia menjalaninya dengan penuh kesadaran.
Seiring perjalanan usaha, nama Cemilan Santuy akhirnya diubah menjadi Kokissae. Perubahan nama ini dilakukan saat Yati ingin mendaftarkan produknya ke Hak Kekayaan Intelektual. Nama Kokissae dipilih karena memiliki makna kebersamaan, berasal dari kata kokis yang berarti kue dan sae dari bahasa Manggarai yang berarti bersama-sama. Nama ini kemudian diperkuat dengan tagline "Minuman boleh beda, Makanannya tetap Kokissae, Karena Nikmat Bareng Paling Asik."
![]() |
| Brand Kokissae |
Untuk memperkenalkan produknya, Yati dan tim pernah mengikuti festival dan aktif memanfaatkan media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok. Pelan tetapi pasti, Kokissae mulai dikenal lebih luas. Dari mulut ke mulut, dari satu pelanggan ke pelanggan lain, usaha kecil ini terus menemukan jalannya.
Titik penting dalam perjalanan Kokissae terjadi ketika usaha ini berhasil lolos seleksi Program Tenaga Kerja Mandiri Lanjutan (TKM-L) dari Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (KEMNAKER RI) yang diselenggarakan oleh Balai Besar Perluasan Kesempatan Kerja (BBPKK) Bandung Barat dengan total bantuan sebesar 15 juta rupiah. Sebelumnya, Kokissae juga telah menerima bantuan dari Program Tenaga Kerja Mandiri Pemula (TKM-P) sebesar 5 juta rupiah. Bantuan tersebut menjadi dorongan besar bagi Yati untuk melangkah lebih jauh.
Lebih dari sekadar bantuan dana, Kokissae juga menjadi usaha dampingan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia yang diselenggarakan oleh Balai Besar Perluasan Kesempatan Kerja (BBPKK) Bandung Barat. Melalui pendampingan tersebut, Yati memperoleh banyak pengetahuan baru tentang pengelolaan usaha, strategi pengembangan produk, hingga perencanaan usaha ke depan.
Selain itu, Yati juga sebagai salah satu peserta yang terpilih dalam acara Temu Bisnis yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia sebagai perwakilan dari NTT karena memiliki potensi usaha yang berkembang ke depannya. Hanya 50 pelaku usaha terpilih dari ribuan peserta di seluruh Indonesia yang bisa mengikuti kegiatan tersebut. Pengalaman ini membuka cara pandang Yati tentang bagaimana usaha kecil bisa tumbuh secara berkelanjutan.
Kini, Kokissae telah menggunakan mesin dalam proses produksinya. Perubahan ini membuat pekerjaan menjadi lebih efisien dan menghemat waktu serta tenaga dibandingkan cara manual yang sebelumnya digunakan. Produksi camilan kiri-kiri dan kacang sembunyi pun semakin terjaga kualitasnya.
Dalam perencanaannya, ke depan, Kokissae membuka ruang kerja sama bagi semua kalangan, terutama dalam hal pemasaran produk. Harapannya, ke depan semakin banyak mitra yang mau memasarkan produk Kokissae, mulai dari Borong kabupaten Manggarai Timur sampai ke Labuan Bajo Kabupaten Manggarai barat, bahkan semoga bisa sampai ke seluruh pelosok negeri ini.
Dengan penuh rasa syukur, Yati menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia atas kesempatan mengikuti pelatihan, pendampingan, dan bantuan dana usaha. Baginya, dukungan tersebut bukan hanya soal modal, tetapi juga pengakuan atas perjuangan panjang yang telah ia lalui.
Yati berharap semoga ke depannya, usahanya terus bertumbuh dan berkembang agar bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang karena untuk sementara tim kerja Kokissae baru 2 orang. Ke depannya, memiliki peluang untuk menambah tenaga kerja apabila modal usaha terus bertumbuh dan berkembang.
Yati juga mengajak seluruh sarjana lulusan baru untuk berani keluar dari zona nyaman dengan membuka usaha sendiri, di tengah kesulitan mencari pekerjaan saat ini. Katanya, jangan gengsi dalam hidup, mari kita berwirausaha dan yang paling penting kita melakukan pekerjaan halal dan bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan banyak orang. Tuhan tidak mungkin tutup mata atas segala usaha dan rencana kita, lanjutnya.
Kisah Kokissae ini menjadi potret nyata perjuangan seorang ibu rumah tangga yang tidak menyerah pada keadaan. Dari tempat usaha kecil berdinding seng biru di Ruteng, Yati Kabut membuktikan bahwa ketekunan, kesabaran, dan keberanian untuk memulai bisa membawa perubahan. Kokissae kini terus melangkah, tumbuh bersama harapan, dan menjadi inspirasi bagi banyak usaha kecil lainnya. (Redaksi pikirindu)





