Ads Right Header

Buy template blogger

Fenomena Money Politic di Negara Demokrasi Jelang Pemilu

Foto Randi Rasman (Sumber Latar: pixabay)

Penulis: Randi Rasman || Editor: Ricardus jundu

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Dalam hal ini, seorang pemimpin ditentukan secara penuh oleh rakyat. Hal ini sangat jelas sebagaimana esensi demokrasi itu sendiri, “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Artinya, pemimpin Indonesia berasal dari rakyat, dipilih oleh rakyat, dan bekerja untuk rakyat. Berdasarkan konstitusi yang terlegitimasi, pemimpin Indonesia diganti dan dipilih selama lima tahun sekali. 

Setiap pemimpin yang terpilih, diperbolehkan menjabat hanya dalam kurun waktu selama satu periode (lima tahun) dan dua periode (sepuluh tahun). Peraturan ini sangat jelas tertuang dalam UUD 1945 pasal 22E tentang pemilihan umum. Sistem demokrasi ini mulai terpampang dengan jelas esensinya ketika runtuhnya rezim otoriter Soeharto yang ditandai dengan gerakan reformasi tahun 1998.

Namun, justru karena rakyat sebagai aktor utama pemilih, maka menjadi motif para kandidat untuk memanfaatkan itu dengan cara yang tidak demokratis. Hal ini sangat mungkin terjadi pada rakyat yang notabene rakyat biasa. Pada tahun 2024 mendatang, Indonesia kembali menyelenggarakan pesta demokrasi (pemilu). 

Untuk menyongsong pesta demokrasi tersebut, setiap kandidat bisa saja mulai merancang segala cara, seperti memasang baliho di pinggir jalan, mempromosikan calon di berbagai media massa, membagi kaos dan lain sebagainnya yang memuat visi dan misinya. 

Selain itu, dengan gaya persuasifnya, mereka berusaha memperoleh simpati rakyat. Lebih dari itu, para kandidat mulai bertindak manipulatif di hadapan rakyat, seperti berpura-pura membantu dan bersikap ramah terhadap rakyat supaya secara spontan rakyat memuji tindakan tersebut. 

Semua ini dilakukan guna menarik perhatian masyarakat elektorat. Selain itu, uang pun bisa menjadi tolok ukur dalam pesta demokrasi untuk membeli suara rakyat sehingga apa yang disebut politik uang (money politic) masih menjadi andalan para calon. 

Politik uang merupakan suatu kegiatan menyogok seseorang atau kelompok tertentu dalam masyarakat menggunakan uang. Hal ini dianggap sebagai salah satu modus yang dilakukan oleh para kandidat, guna menggaet hak pilih dari masyarakat elektorat.

Namun, apakah dengan politik uang bisa menjamin kemenangan mutlak? Tentunya tidak. Perlu diketahui bahwa, ada masyarakat tertentu sangat pintar dalam berpolitik. Mereka cenderung menerima uang begitu saja dan dari siapa saja, lalu mereka tetap memilih sesuai hati nuraninya. Hal ini terjadi saat pesta demokrasi (pemilu) berlangsung. 

Kita tidak akan pernah mengetahui mereka memilih siapa dalam ruangan pencoblosan. Masyarakat juga menganggap bahwa, menerima uang atau sogokkan tersebut sebagai rejeki karena terkadang datang di saat diperlukan dalam hidup berkeluarga atau bermasyarakat. 

Politik uang itu ada karena para kandidat mempedulikan masyarakatnya menjelang pemilu dilaksanakan saja. Namun, politik uang semestinya tidak perlu diterapkan jika memang para kandidat selalu mempedulikan kehidupan masyarakat sejak awal dan tanpa ada motif-motif tertentu. 

Secara konkret, implikasi di balik permainan politik uang (money politic) seringkali berujung penyesalan. Banyak kandidat yang mengalami masalah setelah mereka tidak terpilih dalam hajatan demokrasi. Hal ini disebabkan karena begitu banyak kerugian yang mereka alami, seperti kerugian-kerugian finansial. Mereka akhirnya menyesal atas keputusannya dalam menerapkan sistem politik uang (money politic) pada pertarungan politik. 

Namun, ada pepatah mengatakan, “menyesal kemudian tidak ada gunanya”. Hal ini mestinya tidak dibiarkan begitu saja, karena apabila kita berpegang pada habitus menjalankan politik uang menjelang pemilu, itu akan menjadi sia-sia karena hal ini tidak menjamin kemenangan mutlak, malahan menjadi sesuatu yang bombastis. 

Selain itu, seringkali para kandidat memiliki tendensi untuk memilih prinsip ‘imbalan’. Artinya bahwa, ketika mereka berhasil memangku di kursi kekuasaan, mereka memanfaatkan kekuasaan tersebut untuk mengembalikan uang yang mereka habiskan dalam pertarungan politik sebelumnya yang menghabiskan banyak uang. Terlepas dari itu, dapat menciptakan adanya tindakan korupsi sehingga berujung destruktif bagi kepentingan umum.

Hal ini tampak jelas dalam realitas yang terjadi bahwa kasus-kasus korupsi di Indonesia didominasi oleh para pemimpin/pejabat. Korupsi merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan segala kerugian yang mereka alami saat menjalankan politik uang menjelang pemilu. 

Oleh karena itu, pemilu 2024 mendatang menjadi ajang pembuktian bagi rakyat Indonesia dalam memilih calon pemimpin yang tepat  di mana selalu mengutamakan kepentingan masyarakat. Pemimpin yang bisa menciptakan situasi yang kondusif-konstruktif dan bebas dari korupsi. 

BACA JUGA:

* Mengoptimalkan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Dampak Positif Siswa

* Mengembangkan Pembelajaran IPA yang Aktif dan Kreatif Melalui Inkuiri Terbimbing di Daerah Tertinggal

Namun, ekspektasi itu akan terealisasi apabila masyarakat Indonesia dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik dan tidak tergiur dengan tawaran finansial. Dengan kata lain, rakyat sebagai agen yang melahirkan pemimpin mesti menjadi pemilih yang rasional. Pemilih yang rasional merupakan pemilih yang mampu menggunakan akal budinya secara kritis dalam memilih pemimpin dengan mencari berbagai informasi calon terlebih dahulu dan tanpa mengambil keputusan yang tergesa-gesa. 

Hal ini diperlukan karena nasib bangsa Indonesia berada di tangan rakyat Indonesia sendiri dan pemimpin hanyalah perwakilan rakyat yang bertugas menyejahterakan rakyat. Kendati pun pemimpin memegang kekuasaan tertinggi, namun ia selalu dipilih dan diawasi oleh rakyat. Artinya bahwa, makmur atau tidaknya bangsa Indonesia, itu tergantung dari rakyat Indonesia sendiri yang memilih pemimpin. (Red.pikirindu)

Penulis merupakan seminaris Scalabrinian Ruteng

Previous article
Next article

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel