Ads Right Header

Buy template blogger

Cerpen: Datang Sebagai Pemabuk, Oleh Stefan Jehalut

Latar Belakang (Sumber: pixabay)
Penulis: Stefan Jehalut, Editor: Florida N. Kabut

Keheningan, keceriaan, kebahagiaan, ditemani kabut dan hujan yang mengalahkan gelapnya malam pekat. 

Kesunyian malam ini tak mampu ditafsirkan kapan kabut dan hujan itu akan pergi untuk melepaskan malam pekat dalam kesendirian. 

Semua orang yang berada dalam tembok keheningan itu, menyingkapi diri untuk menyambut Dia yang katanya pemilik semua yang ada dalam semesta ini. 

Masing -masing dari mereka mempersiapkan diri untuk menyambut Dia dalam kemewahan, dekorasi, lampu-lampu hias kembang api bahkan ada yang melakukan meditasi, dan askese.

Mengapa mereka begitu sibuk dan mempersiapkan dengan sungguh-sungguh kedatangan-Nya? 

Apakah yang datang itu senang dengan dekorasi-dekorasi yang indah ataukah Ia akan memberi hadiah dan apresiasi bagi mereka yang menang dalam membuat dekorasi yang indah. 

Aku sangat bigung keadaan ini. Bahkan ada yang datang memarahiku sebab aku hanya menonton dekorasi mereka yang indah nan megah itu. 

Lalu, aku berjalan menuju Aula tempat biasa untuk membuat acara seperti; ulang tahun paroki dan pesta nikah, di situ penuh dengan lampu-lampu hias dan kandang natal yang cukup elit, kandang natal itu bahan dasar dari besi yang dilas. 

Dalam kebingunganku aku mulai bertanya dengan diri sendiri, Bukankah yang datang itu anak orang miskin? 

Bukankah Ia yang lahir di kandang binatang? Mengapa kali ini Ia datang sebagai pejabat yang lahir dalam spon yang mahal dan elit? 

Ataukah yang datang itu mengikuti arus perubahan zaman yang harus membutuhkan alat-alat modern? 

Tetapi yang aku tahu mengenai Dia yang datang itu adalah orang sederhana, orang yang membenci kemewahan duniawi sebaimana yang tertulis dalam kitab suci” Janganlah kamu mengupulkan harta di bumi." 

Artinya, yang utama bagi Dia adalah kesediaan hati untuk menyambutNya, bukan barang-barang yang kelihatan mewah.

Malam itu malam yang membingungkanku, dan membuat aku benci akan Dia yang akan datang itu, sebab aku tidak mempunyai barang-barang yang mewah untuk menyambutNya. 

Aku tidak mempunyai spon yang mewah untuk Ia bertamu dalam rumahku, tetapi yang aku miliki hanyalah kesediaan hati untuk menyambutNya dalam rumahku jika memang Dia mau datang dalam gubuk sederhana yang aku miliki.

Aku meninggalkan aula itu untuk refresing dan untuk tidak mengingat Kembali persiapan di aula itu serta pikiran -pikiran yang membelengguku mengenai kedatangan Dia yang menciptakan bumi ini. 

Lalu, aku berjalan menuju jalan melatih, lampu hias, kandang natal, bahkan di dalam kandang natal itu ada musik, anak mudah dan beberapa orang tua sedang mabuk-mabukan dalam kandang natal itu serta di tepi jalan ada anak-anak bermain kembang api. 

Aku memilih untuk berhenti melangkah dan melihat anak-anak mudah dan orang tua, serta anak-anak yang bermain kembang api itu. 

Saat itu detak jantungku terasa sangat cepat tak seperti biasanya, tetapi malam itu sungguh sangat berbeda aku sangat takut dan gelisah sebab banyak orang yang mempersiapka diri dengan cara yang berbeda-beda. 

Akupun mulai bertanya dengan diri sendiri; Apakah Dia yang datang itu seorang pemabuk?

Ataukah yang datang itu orang yang senang bermain kembang api karena masa kecilNya tidak bahagia dan karena orang tua-Nya tak mampu membeli kembang api? 

Kalau memang benar bahwa yang datang itu adalah pemabuk, aku harus bagaimana sebab aku tak mampu mengonsumsi alkohol seperti mereka, apalagi minuman buatan orang Manggarai yang dari nomar satu sampai nomor sekian. 

Kalau memang benar juga bahwa Dia yang datang itu senang bermain kembang api, lalu aku harus bermain dengan siapa sebab semua orang mempunyai kembang api dan yang datang itu senang bermain kembang api.

Sungguh malam yang membingungkanku dan malam yang membuat aku jauh dari Dia itu sebab aku tak mempunyai apa - apa untuk bersama dengan Dia, sebab Dia yang datang itu orang kaya, anak kota yang senang bermain kembang api dan suka bermabuk-mabukan.

Malam ini sungguh aku tak bisa tidur karena kejadian di aula, di jalan dan kandang natal itu selalu menghantui pikiranku. 

Aku selalu berpikir, apakah Dia pemabuk? Apakah Dia seorang seniman yang datang untuk menilai dekorasi yang indah? 

Ataukah Dia datang untuk bermain kembang api? 

Lalu, bagaimana kalau Dia datang bukan sebagai pemabuk, membenci kemewahan, dan kembang api? Apakah yang terjadi dengan mereka? 

Dalam kebigunganku aku mengingat nas kitab suci yang mengatakan: "sukar sekali orang kaya masuk dalam kerajaan Surga, lebih mudah seekor Untah masuk melalui lubang jarum dari pada orang kaya masuk dalam kerjaaan surga". 

Akupun lalu berpikir tentang orang-orang yang di aula, kandang natal dan yang bermain kembang api, mereka pasti orang - orang kaya dan orang - orang yang berkelimpahan dalam hidupnya, sehingga mereka mabuk-mabukan, membeli kembang api, dan mendekorasi menggunakan barang - barang mahal.

Keesokan harinya pagi - pagi benar aku pergi ke gereja katedral untuk mengikuti peryaan ekaristi pada hari minggu.

Pagi itu aku sengaja untuk pergi lebih cepat tak seperti hari minggu sebelumnya jika aku mengikuti misa di kampung halamanku, tetapi kali ini aku lebih cepat karena aku datang libur di rumah pamanku. 

Aku melewati lagi jalan melatih yang tadi malam aku telah lewati penuh dengan lampu hias anak yang bermain kembang api, tetapi kini jalan melatih penuh dengan pecahan botol dan di kandang natal juga penuh dengan pecahan botol, aku pun tak menghiraukan hal itu dan melanjutkan perjalananku ke gereja.

Ketika aku tiba di gereja aku berdoa sambil menunggu umat lain datang tetapi sekian lamanya aku berdoa tak seorang pun menunjukkan muka di gereja selain ketua dewan paroki dan beberapa umat yang sering mengikuti misa pada hari minggu. 

Itupun masih dengan wajah yang ngatuk, bahkan pastor parokinya terlambat, sebab tadi malam duduk untuk minum bersama anak-anak mudah dan beberapa orang tua yang sempat aku lihat di jalan melatih tadi malam, ternyata di antara anak mudah dan orang tua itu ada pastor paroki. 

Mengapa ia duduk bersama anak mudah itu? Mengapa pastor paroki mabuk-mabukan? Akibatnya ia terlambat untuk memimpin misa hari ini.

Hari ini, injil Lukas berbicara tentang “Yesus mengecam orang -orang Farisi dan Ahli-Ahli Taurat” di dalam Injil Yesus berkata “Celakalah kamu hai orang -orang Farisi sebab kamu suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan suka menerima penghormatan di pasar”. 

Injil hari ini sungguh sangat menarik jika dikaitkan dengan pengalaman tadi Malam yaitu Pastor yang mabuk-mabukan bersama domba-dombannya yang tersesat. Tetapi yang membuat tidak menariknya adalah khotbah dari pastor yang melenceng jauh dari injil hari ini. Khotbah hari ini sangat dangkal dan tidak menarik.

Ketika selesai peryaan ekaristi aku sengaja pergi berjabat tangan dengan ketua dewan paroki, sambil meminta pendapat dari dia mengenai khotbah pastor tadi. 

Akupun mulai bertanya: "Bapa, khotbah pastor tadi sungguh tidak menarik bagi saya, karena melenceng jauh dari injil". 

Sebelum aku meminta pendapat darinya ia dengan spontan dan polos menjawab; Anak bukan hanya hari ini ia berkhotbah begitu tetapi selama ini juga khotbahnya tidak menarik,  ia selalu berbicara tentang uang dan uang. 

Anak, kalau kami diberi kesempatan untuk berkhotbah mungkin kami masih baik tetapi sayangnya kami tidak diberi kesempatan untuk berkhotbah di depan dan prinsip kami selama ini datang ke gereja anak, bukan untuk mendengarkan khotbahnya tetapi untuk menyambut tubuh Kristus, kalau bukan untuk menyambut tubuh Kristus mungkin saya tak akan menginjak pintu Gereja ini seperti umat lainnya, sebab kami sudah bosan mendengar tentang uang terus dan kali ini Yesus dipasung dalam uang merah, lanjutnya.

Setelah ia menyampaikan hal itu aku langsung mengingat kata-kata St. Bernadus:Kemakmuran itu kerek oleh tali kemakmuran,uang menghasilkan uang..oh kesia-siaan, atau lebih tepat di katakan kegilaan dari Kesia-siaan.

Tembok-tembok gereja gemerlapan mentereng namun fakir dalam kemiskinannya.ia melapisi batu-batunya dengan emas namun membiarkan anak-anaknya telanjang.

Mendengar kelu kesa dan kekecewaan dari ketua dewan paroki, akupun tak mampu merangkai kata lagi untuk berbicara dengannya, aku hanya diam seribu kata seakan penuh bisu dan tak mampu lagi bertanya apa. 

Mengapa yang ada dalam pikiranku hanyalah ngelamun dan berpikir tentang khotbah pastor tadi serta dalam hati aku bertannya: "Apakah semua Pastor tidak tahu khotbah? Ataukah seorang pastor harus membicarakan tentang uang sebagai hal yang utama?"

Ketika aku lagi memikirkan hal itu ketua dewan mengagetkanku dan berkata tadi malam pastor ada masalah dengan anak-anak mudah serta beberpa orang tua saat mereka duduk minum dalam kandang natal di jalan melatih. 

Akupun menganggap bahwa ia sedang memberi lelucon kepadaku sehingga aku bertanya dengan santai dan tidak serius sambil tertawa berkata masalah yang bagaimana lagi bapa? 

Lalu ia menjawab dengan nada serius dan berkata: anak -anak mudah dan beberapa orang tua yang duduk bersama pastor tadi malam ada masalah yaitu mereka mau pukul pastor tetapi pastor cepat lari ke rumah saya dan warga sekitar datang untuk membantu pastor, sehingga tadi malam begitu banyak pecahan botol di jalan.

Setelah mendengar semua yang telah di sampaikan ketua dewan paroki begitu banyak muncul pertanyaan dalam pikiranku : Apakah yang datang itu senang dengan pemabuk? Ataukah yang datang itu juga pemabuk sebab orang yang Ia pilih adalah seorang pemabuk? 

Sebab orang - orang yang menanti Dia itu dengan cara berbeda- beda dan sangat aneh apalagi yang dinanti -nantikan itu datang, mungkin semua orang akan mati karena mabuk, dan akan bermain kembang api dari pagi sampai pagi. 

Akupun pamit dengan ketua dewan paroki dan kembali ke rumah, sekali lagi aku melewati jalan melatih dan melihat pecahan botol yang aku lihat tadi ketika aku pergi dan seperti yang telah diceritakan oleh ketua dewan tadi. Pengalaman hari ini sungguh tidak menarik jika menceritakan kepada keluargaku.

Setelah sampai di rumah akupun tak memberanikan diri untuk menceritakan kepada mereka tentang kejadian tadi malam dan khotbah pastor tadi di gereja, tetapi aku masuk kamar dan berpikir teryata Dia yang datang di tengah kehidupan manusia tak mau ketinggalan zaman, sehingga orang-orang mempersiapkan segala sesuatu dengan barang-barang yang mahal dan elit mulai dari dekorasi kandang natal dan kembang api. 

Dia jangan lupa uang untuk membeli alkohol sebagai minuman kesukaan-Nya. Untuk menyambut Dia yang datang dan selalu mengikuti arus perubahan zaman yang paling dibutuhkan adalah uang. Dia sangat membutuhkan uang. Sehingga mulai sekarang menyuruh umatNya untuk mengumpulkan uang kepada ketua dewan,  lalu uang itu diserahkan kepada pastor sebab pastor yang memberikan uang itu kepada Dia yang datang. 

Pastor juga yang akan membuat jadwal kepada umat untuk berjumpa Dia di rumahNya sehingga barang siapa yang tidak membayar uang kepada pastor maka mereka tidak pantas untuk bertemu dengan Dia yang datang itu 

Aku hanya memikirkan mereka yang miskin yang tak mampu membayar uang kepada pastor, padahal mereka ingin sekali untuk berjumpa dengan Dia yang akan datang tetapi kini kerinduaan mereka hanyalah seperti bintang yang terlihat di malam hari dan meninggalkan jejak di siang hari tetapi karena yang datang itu membutuhkan uang dan membuat jadwal untuk bertemu dengan-Nya. 

Sungguh yang datang itu membutuhkan uang untuk membeli minuman dan mengundang teman - temannya yang selalu berdiri di depan altar untuk meminta uang kepada domba - dombanya karena dengan uang itu mereka bisa mabuk-mabukan dan bersenang - senang di rumah hiburan.

Penulis adalah seminaris di biara OSM Golo Bilas, Karot, Ruteng.

Previous article
Next article

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel