Ads Right Header

Buy template blogger

Pengaruh Politik Dalam Lingkaran Kekuasaan

Sumber foto: pixabay.com

Penulis: Stefanus Jehalut

*Novis Biara OSM Golo Bilas

Kegelisahan publik akan masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terjadi karena begitu banyaknya fenomena atau problematika yang terus menguasai ruang publik, terus beredar, dan bahkan kian mengkristal dalam kehidupan masyarakat yang semakin termodernisasi. 

Fenomena-fenomena ini berangkat dan berakar dari kegiatan politik di Indonesia yang hanya menghadirkan diri sebagai “tanah  kekerasan’’ jika struktur politik dan kekuasaan dikuasai spirit kekuasaan, (Dr. Max Regus, S.Fil.,M.Si: Menembus Batas Kemurungan. 2007: p.04).

Indonesia baru-baru ini dipenuhi oleh berbagai masalah sosial yang terus menguasai ruang media. Uniknya, masalah-masalah itu banyak yang disebabkan oleh pemangku kebijakan. 

Sebut saja beberapa kasus seperti di Jakarta “polisi tembak polisi” yang menewaskan brigadier Joshua. Di Atambua, Polisi menembak warga sipil, di Manggarai Timur kasus pencabulan dan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur yang sampai saat ini belum ada titik terang

Di Kupang, kasus Pembunuhan yang menewaskan seorang ibu dan anak, di kabupaten Manggarai maraknya berita pelelangan proyek yang melibatkan ibu Bupati.

Di Kanjuruan-Malang, beberapa oknum TNI dan POLRI terlibat dalam kasus kerusuhan sepakbola di stadium. 

Semuanya berhubungan dengan aparat negara yang seharusnya menjaga dan menertibkan masyarakat, malah menjadi sumber masalah dan memberi teladan yang kurang baik kepada masyarakat. 

Apakah berbagai contoh kasus di atas berkaitan dengan politik? Bisa saja seperti itu karena berakar dari konsep kekuasaan yang sewenang-wenang dan kekuasaan lahir dari panggung politik.

Masalah-masalah seperti ini juga muncul dalam kehidupan masyarakat karena berpijak dari contoh kepemimpinan yang salah serta pudarnya makna kehidupan sosial yang beradap. 

Baca Juga: Keadilan Dan Tinjauan Realistis Tentang Kematian Brigadir Yosua

Politik berorientasi kehormatan semestinya dilandasi kesadaran yang kuat

Manusia- manusia seperti ini hanya dapat mnyentuh level kognitif. Artinya mereka hanya sampai pada level mengetahui. 

Mereka telah berdiri di atas tiang kekuaasaan dan politik yang menakjubkan. Namun, semua itu belum sampai pada titik kesadaran. 

Kesadaran dapat mengendalilkan prilaku dan tindakan. Tindakan negatif itu merupakan suatu tantangan fundamental bagi negara dan bangsa ini dimana para penguasa telah memberikan teladan yang kurang sehat kepada rakyat. 

Pemerintah telah salah dalam memberikan asupan nilai penting kepada rakyat. Akhirnya, hal yang sama juga ditiru oleh rakyat dan sudah mengakar di kehidupan masyarakat sekarang. 

Seharusnya para elit menjadi contoh bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, para elit politik justru  terus berjuang mengejar kehormatan di ruang publik dan konon menyembunyikan aib yang merusak kehidupan berbangsa. 

Panggung politik menjadi panggung sandiwara yang menyesakkan dada rakyat. Apakah negara akan terus membiarkan praktik panggung sandiwara dalam kehidupan berbangsa kini? 

Para elit politik harus sadar dan berangkat dari kesadaran diri tentang kebangsaan yang dibangun oleh pendiri bangsa.

Kesadaran tidak hanya menyentuh aspek intelektual, tetapi juga aspek sikap dan perilaku bernegara. Kesadaran akan menjadi jembatan atau piranti untuk menghubungkan pikiran-pikiran yang benar dengan tindakan- tindakan yang benar. Kesadaran adalah representasi keutuhan akan eksistensi atau keberadaan seseorang. 

Namun, kenyataan dalam kehidupan, kesadaran itu semakin pudar. Sifat apatis terus merajalela di mana -mana. 

Ranah politik justru menghadirkan contoh yang keliru sehingga menggiring masyarakat untuk hidup dan bertumbuh dalam kejahatan, kehancuran, psimisme dan fanatik.

Sebagai contoh yang salah dalam praktik politik misalnya politik uang. Bukankah ini akan menimbulkan permasalahan dalam masyarakat. Kegiatan politik uang akan menjadikan rakyat juga membenarkan praktik yang salah itu.  

Di saat kampanye inilah para politikus memberikan sederet kata-kata manis kepada rakyat dan memberikan janji-janji yang meyakinkan  tetapi pada dasarnya hanyalah janji-janji manis.

Janji-janji politik itu menjadi seperti senjata yang menguatkan kepentingan. 

Begitu juga dengan visi-misi yang disampaikan kepada masyarakat, selalu menjadi senjata kepentingan tertentu.

Baca Juga: Nilai Yang Pudar Dari Kota Kecil Ruteng

Disorientasi sebagai alasan pokok kehancuran 

Bangsa dan tanah air sedang mengalami disorentasi hidup yang menjadi alasan lahirnya korupsi dan sederet kejahatan lainnya.  

Bangsa kita tidak akan menemukan titik kehidupan yang baru jika bangsa kita tidak mampu mengekang dan mengendalikan diri dari kerakusan, ketamakan, apatis yang menyakitkan kepada masyarakat. 

Politik-politik bangsa kita hanya akan mengendurkan nilai  keberagaman dan kekayaan bangsa ini, karena politik bangsa kita telah menghilangkan nilai moral sehingga kerap kali membunuh rakyat kecil. 

Membunuh di sini tidak hanya secara fisik tetapi juga secara psikis. Kegiatan politik seperti ini akan menceburkan bangsa dan negara kita pada suatu kehancuran, serta membawa bangsa kita pada titik amnesia akan kesadaran.

Janji politik kepada rakyat seperti suatu kuburan yang tampak luarnya penuh warna  yang indah, tetapi di dalamnya ada kehampaan, suatu ruang yang kosong, penuh dengan kebusukan. 

Para elit politik memiliki beragam cara dan strategi yang dapat merusak tatanan hidup bermasyarakat.

Sebagai contoh memainkan politik identitas. Khususnya dalam hal beragama, elit memanfaatkannya sebagai panggung politik yang strategis. Tentunya, itu merusak citra demokrasi. 

Cara seperti inilah yang membuat elit politik sebagai orang bermental pengecut  karena takut untuk bersaing secara benar.

Dalam konteks politik seperti itu membuat banyak orang mengalami krisis akal sehat serta memiliki paralogisme yang sangat fundamental. 

Negara Indonesia sedang jatuh pada suatu titik ketidaksadaran dan ketidakwarasan. Hal ini dikatakan ketidakwarasan dan ketidasadaran karena baru-baru ini banyak yang meninggal, bukan karena membela tanah air dari penjajahan negara lain, tetapi meninggal karena konflik dengan sesama saudara dalam satu atap yaitu Negara Kesatuan Republik  Indonesia.

Bukankah hal ini sangat lucu dan aneh? Lucu karena mendukung atau membela  suatu tim sepak bola sampai menghilangkan nyawa. 

Mengorbankan diri bukan karena kerja keras untuk memberi makan kepada anak istri, melainkan karena membela sesuatu yang bersifat aksidental atau yang bersifat hiburan. Hiburan ini dilakukan untuk mempererat rasa persaudaraan dalam satu negara, tetapi yang terjadi hanya menciptakan permusuhan. 

Lalu aneh, karena saling membunuh sesama saudara dalam satu negara, sehingga di sini sepak bola bukan lagi tempat untuk persaudaran dan mengekpresi talenta yang dimiliki, tetapi sepak bola memiliki arti lain yaitu menciptakan permusuhan dan menciptakan kuburan untuk sesama. 

Permusuhan dan kuburan itu tercipta sebagai produk dari disorientasi berpikir. 

Baca Juga: Budak Paruh Waktu Di Tanah Pilihan

Kebhinekaan dalam kesatuan 

Deretan masalah- masalah yang telah terjadi menyebabkan kehancuran dan perpecahan. Perpecahan itu diciptakan oleh anak-anak bangsa yang tidak mengenal identitas diri. 

Perlu kita sadari bersama bahwa bangsa kita ini memmiliki begitu banyak kekayaan baik budaya, ras, suku, bahasa. 

Semuanya disatukan oleh bhineka tunggal ika yang menegaskan bahwa walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua. 

Inilah yang harus kita sadari bersama pula bahwa kita memiliki semua keberagaman itu yang tak dimiliki oleh negara lain. 

Namun, apa yang terjadi? Adanya perang antar sesama dalam satu negara, adanya saling membunuh, adanya saling menjatukan.

Marilah kita bangun politik yang didasarkan atas dasar cinta akan kepentingan bersama dan membangun persaudaraan dalam negara ini dengan rasa memiliki untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan. 

Strategi politik yang tepat dapat menyatukan kebhinekaan kita. Berpolitik  bukanlah cara mendapatkan kekuasaan semata. 

Berpolitik juga bukanlah tempat untuk menjatuhkan, bukan untuk menciptakan perbedaan. 

Politik yang sesungguhnya adalah salah satu cara untuk melahirkan nilai persaudaraan, membangun persatuan, mengenal tatanan dalam suatu negara, membantu masyarakat dalam proses tatanan perekonomian.

Oleh karena itu,  berpolitiklah secara sehat agar negara kita ini bisa bangkit dari keterpurukan dan keterbelakangan. 

Bergandeng tangan untuk memajukan kehidupan bangsa. Lalu bersama kita singkirkan sifat apatis yang menciptakan perbebdaan. 

Bersama kita tanamkan paradigma “berbeda-beda tetap satu” yakni satu dalam perjuangan membangun kesatuan NKRI yang baik, benar, adil, dan makmur.

 


Editor: Selvianus Hadun

Isi dalam tulisan ini menjadi tanggung jawab penulis. 

@Red.pikiRindu
Previous article
Next article

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel